Jumat, 13 Juli 2012

Move On


“Tiara, Gemilang” aku terkejut bertemu keduanya di Restoran Steak.
“Eh Dara!,” Tiara dan Gemilang balik menyapaku.
“Sudah lama?” tanyaku
“Lumayan, nih sudah mau habis” jawab Tiara
Aku terdiam sejenak, bingung ingin mengobrol apa lagi. akhirnya aku memilih untuk pergi kedalam
“Aku masuk dulu ya, anak-anak kelas sudah menunggu di dalam”
“Ya.”
Setelah saling melempar senyum lebar, aku berbalik masuk kedalam restoran dalam keheningan hatiku. Tapi aku baik-baik saja, jadi kalian jangan khawatir.
~###~
(Satu tahun lalu, SMA Taruna Negeri)
Siang itu suasana perpisahan terasa sangat menyesakan di dadaku. Akhirnya kami akan mengakhiri masa SMA yang indah dan melangkah menuju dunia baru yang lebih dewasa. Tapi ada sesuatu yang lebih dari pada kesedihan berpisah dengan teman. Ya, aku akan berpisah dengan laki-laki itu juga.
Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan kemeja biru langit. Dasinya bermotif garis-garis horizontal dengan gradasi warna hitam, biru donker dan biru langit. Rambutnya pendek dengan sedikit licin karena minyak, hanya sedikit agar rambutnya rapi. Kami berdua berbeda kelas, selama tiga tahun ini. Tapi, entah kenapa hatiku bisa terpaut padanya.
Jika ku ingat saat pertama kami bertemu, waktu itu masa orientasi siswa baru di SMA Taruna Negeri Tangerang ini. Aku yang terlambat datang ke sekolah di hukum untuk bernyanyi di depan teman-teman dan kakak panitia. Ternyata bukan hanya aku saja yang terlambat tapi juga dia. Dengan atribut orientasi siswa baru seperti kalung permen dan gelang permen. Kami harus bernyanyi sambil berpegangan tangan layaknya pasangan kekasih.
“Ayo, Dara dan Gemilang! Nyanyikan lagu potong bebek angsa sambil bermesraan!” ujar seorang kakak kelasku yang bernama Toni
“Ah, masa nyanyi sih kak. Saya gak bisa nyanyi!” elak Gemilang
“Saya juga kak, gak bisa nyanyi” ujarku malu-malu
“Ayo mau cepat selesai tidak hukumannya?” bentak Kak Rere dengan wajah super galaknya
“Ya udah, ya udah deh. “ akhirnya Gemilang menyerah
Aku tidak mengambil pusing hukuman sepele ini. kami mulai bernyanyi dengan lantang lagu potong bebek angsa.
“Pegangan tangan dong!” pinta Kak Hendi sambil membawa kamera siap mempotret foto kami berdua.
Aku ingin protes dan menolak. Aku bahkan sudah berhenti bernyanyi, tinggal Gemilang yang bernyanyi. “Yahh, kakak..” tapi, kalimatku tercekat ketika Gemilang meraih tanganku dan menggenggamnya. Aku tidak pernah berpengangan tangan dengan lelaki selama itu kecuali untuk berjabat tangan. Tapi ia terus memegang tanganku sampai kami menyelesaikan 2 kali putaran lagu Potong Bebek Angsa.
Jangtungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku tidak menyadari bahwa debaran jantung itu, dan perasaan hangat yang merayap menuju hatiku saat itu adalah benih cinta. Yang kemudian semakin tumbuh dan membesar seiring berjalannya waktu. Aku menyukainya dalam diam karena kami berbeda kelas. Pertemanan ku dengannya pun hanya sebatas teman biasa.
Gemilang adalah sosok yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja, ia memiliki kemampuan berorganisasi yang baik. Tidak terlalu populer di kalangan siswa-siswa seperti Rudi atau Ardy yang kemudian menjadi ketua Osis. Pernah waktu aku terlambat pulang akibat kepanitiaan acara Ulang Tahun Sekolah ia menunggu ku hingga selesai menyelesaikan semua tugas. Aku tahu mungkin karena saat itu ia adalah ketua panitia dan aku sekretarisnya, tapi, tetap saja dia sangat gentle dengan menungguku di sekolah bahkan sampai tidak ada orang lain lagi selain aku, dia dan satpam.
Pernah suatu ketika sepatuku rusak di sekolah, dan aku hampir mengangis di depan gerbang karena teman-teman ku yang lain sudah pulang. Ia bersedia mengantarkanku pulang. Aku tidak tahu, mungkinkah aku yang terlalu percaya diri? Atau aku hanya salah paham. Untuk lebih mendekatinya, aku mendekati adik perempuanya Detty yang sekarang masih kelas 1 SMA. Kami berdua menjadi sangat dekat, dan bahkan ia tahu aku menyukai Gemilang. Tapi, aku tetap tidak tahu bagaimana perasaan Gemilang padaku.
Di hari perpisahaan ini, aku ingin mencari tahu jawabannya. Aku ingin mengungkapkan segalanya. Tapi bahkan sampai ketika acara hampir selesai bibirku tetap terdiam dan kelu.
“Kak Dara, selamat ya sudah lulus.” Detty mendekatiku dan menyalamiku
“Terima kasih Detty“ Kami berpelukan sebentar.
Tapi entah kenapa, perasaan ku luluh seketika. Pertahanan yang ku buat agat tidak menangis hancur. Aku menangis, tapi entah apa yang kutangisi. Perpisahanku dengan teman-temanku kah? Perpisahanku dengan masa SMA ku kah? Atau perpisahanku dengan Gemilang? Setelah kami lulus SMA, kami akan menempuh jalan kami masing-masing. Meskipun kami masih tinggal di kota yang sama, tapi tak ada lagi kesempatanku untuk bertemu dengannya sebebas di sekolah.
“Kak, Kak Gemilang kuliah di Univesitar Kebangsaan juga kok, masih ada kesempatan” Ujar Detty.
“Bukan itu Det, kadang kala waktu dan kesempatan berbicara ada. Tapi kakak yang tidak bisa berbicara apa-apa”
Itu kalimat terakhir yang ku berikan pada Detty. Karena aku harus segera pulang. Tanpa mengucapkan perpisahan pada Gemilang. Tanpa salam apapun. Aku memilih pulang. Hingga ketika aku sampai di rumah, rasanya dadaku sesak seakan-akan ada sebongkah perasaan yang masih tertinggal di hari perpisahan itu.
~###~
Enam bulan hampir berlalu setelah perpisahan SMA ku. Aku dan Gemilang memang sama-sama masuk Universitas Kebangsaan. Juga beberapa orang temanku. Tapi kami berbeda jurusan. Dan bahkan kami sangat jarang bertemu. Kegiatan dan jadwal kami semua berbeda-beda. Salah satu teman ku juga yang masuk kesini adalah Tiara. Kami sekelas di SMA dan dia juga masuk di universitas ini sehingga kadang bertemu.
Ketika akhirnya aku tanpa sengaja bertemu dengan Gemilang di perpustakaan. Suasana canggung menyerang kami. Hanya basa-basi singkat saling sapa biasa.
“Gimana kuliahnya Gemilang?” Tanyaku
“Baik, ini, lagi ngerjain tugas yang setumpuk menjelang UAS” katanya
“Oh, kamu sendirian?” tanya ku
“Oh, enggak tadi sama Tiara sih. Tapi tau nih dia ada dimana.”
Tiara?” batinku. Setauku sejak SMA dia tidak pernah pergi kemanapun dengan seorang perempuan. Selalu dengan teman laki-lakinya. Sekalipun jika harus pergi dengan perempuan adalah jika ada urusan yang jelas. Tapi, mungkin saja mereka tidak sengaja bertemu seperti ku dan dia saat ini? atau mungkin Gemilang sedang meminta bantuannya.
“Gem-“ Tiara agak kaget ketika muncul dari balik lorong saat melihatku dan Gemilang. “Eh, Dara” ujarnya sambil tersenyum canggung.
“Tiara, kamu disini juga, sedang mengerjakan tugas juga?” tanyaku
“Iya, aku sedang mencari referensi, Ra.”
“Oh,Ya sudah, Gemilang, Tiara aku duluan ya.”
Aku melangkah meninggalkan kecanggungan itu. Dalam hatiku sempat terlintas bahwa ada sesuatu antara mereka berdua. Tapi,aku tidak ingin mengakuinya. Meski kami hanya teman biasa tapi Tiara tahu aku menyukai Gemilang sejak kelas 1 SMA. Dan ku akui semenjak kuliah memang aku tidak pernah bercerita apa-apa lagi tentang Gemilang ketika aku dan Tiara bertemu. 
Aku duduk sambil membuka buku. Tapi bahkan mataku sama sekali tidak membaca. Berkali-kali aku meyakinkan perasaanku bahwa tidak terjadi apa-apa dan tidak ada apa-apa antara mereka berdua. Suasana canggung dan senyum kikuk Tiara hanya perasaanku saja. setelah meyakinkan hatiku segera ku baca dengan serius bukuku.
Baik lewat facebook maupun twitter aku masih mencoba terus berhubungan dengan Gemilang. Meski tidak terlalu intens, tapi sebisa mungkin kontak kami tidak putus. Hanya saja aku tidak berani mengiriminya sms atau menelponnya. Tapi selain aku ternyata Tiara juga selalu berhubungan dengan Gemilang. Ia bahkan lebih sering memberikan comment di wall Gemilang atau mementionnya. Selain Tiarapun teman-teman ku yang lain juga masih terus berhubungan. Tapi, entah kenapa yang pertama kali ku lihat adalah Tiara.
Jika seandainya Gemilang dan Tiara benar pacaran, apa yang akan ku lakukan? Marahkah pada Tiara? Marahkah pada Gemilang? Jika aku marah pada Tiara, maka pasti kecanggungan dan keretakan pertemanan kami akan berlangsung selama-lamanya. Hanya saja kemudian ada perasaan lain yang menghantui hatiku. Perasaan bahwa teman yang dekat denganku justru akan pergi menjauh. Entah mana yang lebih sakit antara perasaan di tinggalkan teman atau mengetahui teman pacaran dengan seseorang yang ku suka. Tapi yang ku tahu, kehilangan seorang teman akan terasa sangat menyakitkan.
Detty apa kabar?” setelah sekian lama kami tidak smsan, aku memulai menghubungi Detty lagi.
Baik kak, kakak apa kabar?” balasan sms dari Detty cepat sekali
Boleh tanya sesuatu ngak? Tapi jawab yang jujur ya,”
Ya kak, silahkan
Kak Gemilang sedang dekat dengan seseorang ya?”
Detty tidak menjawab. Lama sekali, bahkan hampir sepuluh atau lima belas menit. Aku menunggu dengan cemas. Kenapa dia tidak menjawab? Apakah dugaanku benar?
Kak, gimana kalau kita ketemu aja. Nanti sore kakak kosongkan?
Oke, nanti kita ketemu di cafe bintang depan SMA ya, jam tiga sore.”
Kebetulan hari ini aku kosong jadwal kuliah. Jadi dari jam dua aku sudah menunggu Detty di Cafe favorit anak-anak SMA Taruna Negeri. Jam tiga lewat sepuluh menit Detty datang dan mencariku. Karena sebelumnya aku sudah sms bahwa aku sudah menunggunya.
“Maaf ya kak, aku agak telat. Tadi aku keluar paling akhir untuk mengumpulkan tugas soalnya. Ia meminta maaf
“ Iya santai aja. Kamu mau pesen apa?”
“Jus Mangga sama Pancake aja kak, kakak pesan apa?”
Ku panggil pelayan mendekati kami dan memesan makanan. Kami berbicara basa-basi mengenai keadaan SMA dan tentang kuliahku sambil makan pancake. Sampai akhirnya aku yang bertanya duluan dan membuka topik pembicaraan megenai apa yang ada di sms.
“Det, Kak Gemilang benar lagi dekat dengan seseorang ya?” tanyaku to the point.
“Iya kak, maaf ya aku gak kasih tau kakak”
Deg-
Jantungku terasa nyeri, tapi aku tetap berusaha ceria dan tersenyum saat menjawab pertanyaannya. “Ga masalah Det, lagian kakak siapanya dia.”
“Ya tapikan, aku merasa gak enak kak. Aku bingung juga mau bilang ke kakak gimana.”
“Ya ampun Detty, kakak gak masalah kok. Santai aja. Hmmm, btw dia dekat sama Kak Tiara ya?”
Detty terdiam memandangku. Mungkin ia bingung mau menjawab bagaimana. “I-Iya kak” suaranya pelan. “Kok kakak tahu?”
“Kelihatan kok, sebetulnya kakak sudah merasa sejak lama. Waktu itu kakak sempat bertemu beberapa kali dengan mereka berdua di kampus. Lebih tepatnya ga sengaja melihat mereka sedang berdua sih hehehe” lagi-lagi aku berusaha menutupi perasaanku yang sebenarnya.
“Maaf ya kak, aku diam aja dari dulu. Sebenarnya mereka sudah dekat sejak akhir-akhir mau kelulusan” Detty blak-blakkan.
Aku tersenyum selebar mungkin dalam kegetiran hatiku sendiri. Detty baru mengatakannya sekarang bahwa mereka telah dekat sejak sebelum kelulusan kami. Tapi aku tidak ingin menyalahkan Detty. Aku yakin dia ingin menjaga perasaanku mengingat kami berdua berteman lumayan akrab.
“Iya, Dett, kakak ga masalah kok. Kakak gak akan marah pada Detty. Kakak bukan pada tempatnya untuk marah, karena kakak pun selama ini tidak melakukan pendekatan ke Gemilang sebagai seorang wanita yang suka pada pria, hanya sebagai teman. Jadi kalaupun semua ini terjadi yaa~ itu semua karena salah kakak sendiri”
~###~
Sore setelah pengakuan Detty padaku, aku berusaha untuk mengirim pesan singkat pada Tiara. Beberapa kali ku coba menulis kalimat tapi akhirnya ku hapus lagi. Sampai jam sembilan malam aku masih terdiam di atas kasurku seperti orang yang sedang bersemedi. Aku kembali memikirkan semua sikap Tiara padaku beberapa waktu ini. Sikapnya yang menjaga jarak, basa-basi, canggung terhadapku. Mungkinkan karena masalah ini.
Aku bahkan juga menginstropeksi diriku sendiri. mulai dari hubunganku dengan Gemilang. Aku dan Gemilang memang hanya teman biasa. Seperti yang kukatakan pada Detty, aku diam saja dan tidak berusaha menunjukan perasaanku pada Gemilang. Wajar kalau dia tidak tahu. Wajar kalau dia menyukai orang lain tanpa tahu perasaanku.
Aku dan Tiara meski berteman, dan meski Tiara tahu aku menyukai Gemilang tapi apa hakku melarang Tiara dekat dengan Gemilang. Gemilang menyukainya dan ternyata Tiara juga menyukainya. Tiara bahkan telah mencoba menjaga perasaan ku dengan menyembunyikan kedekatan mereka. mungkin bagi sebagian orang sikap Tiara dianggap “menusuk” teman dari belakang. Tapi, aku bahkan tidak berpikir seperti itu.
Yang kupikirkan adalah bahwa aku bahkan bukan dalam keadaan untuk dapat marah pada Tiara, karena cinta adalah hak siapa saja. Dan Gemilanglah yang berhak memilih siapa tambatan hatinya. Gemilang tidak memasukanku dalam hitungannya karena aku bahkan tidak pernah menunjukan perasaanku.
Yang aku takutkan saat ini adalah aku kehilangan temanku yang semakin menjauh. Kehilangan satu cinta di hidupku akan menumbuhkan cinta yang lain lagi. Tapi kehilangan Tiara sebagai temanku, tidak akan menumbuhkan Tiara yang lain lagi. Hanya ada satu Tiara dihidup ini. Pertemanan adalah sesuatu yang lebih berharga dari apapun, bahkan terlalu berharga jika harus di rusak hanya karena masalah laki-laki
Akhirnya tanpa sms, ku telpon Tiara.
“Halo, Tiara. Lagi apa?” tanyaku
“Lagi ngerjain tugas nih Dar, kamu?” jawabnya
“Aku lagi ga ngerjain apa-apa. Kebetulan lagi free tugas”
“Wuiiih enak, aku lagi numpuk-numpuknya.”
“Tiara, aku mau nya sesuatu. Kamu jawab yang jujur ya”
“.... ya....”
“Kamu sedang dekat dengan Gemilang ya??”
“........” ia terdiam, tapi aku tau ia masih mengangkat handphonenya
“Iya,” jawabnya agak pelan “Kamu marah ya?”
Saat mendengar jawaban Tiara, entah kenapa aku justru merasa sangat lega. Aku tidak tahu. Seperti gudang yang telah lama di tutup dan baru di buka kembali. Udara segar berhamburan masuk kedalam meski rasa pengap masih tertinggal.
“Enggak Tiara, aku enggak akan marah atau benci sama kalian”
“Tapi kamu sakit hatikan?” tanyanya
“Ya, rasa sakit hati itu memang ada-“
“Tuh kan,” di memotong kalimatku
“Dengarkan dulu penjelasanku. Aku memang sakit hati. Sedih tau kalian bersama. Tapi aku ikut senang untuk kalian. Aku hanya gak mau kamu menjauhi aku karena hal ini. Kita tetap biasa saja seperti dulu. Ya.”
“Kamu jangan bohong,” dia masih mendesakku untuk mengatakan perasaan hatiku
“Kan tadi aku bilang, aku merasa sakit hati. Tapi Cuma sedikit. Aku bukan orang yang akan kehilangan akal karena cinta. Buat apa aku marah pada kamu. Diantara kita tidak ada yang salah. Cinta kalian pun tidak ada yang salah. “
“Aku minta maaf”
“Iya, santai saja. btw udah pacaran ya?”
“Enggg... sebetulnya sudah sih sejak dua bulan setelah lulus SMA”
Pembicaraan setelahnya terasa lebih ringan bagiku. Kami mengobrol sampai hampir tiga puluh menit. Aku yang duluan mengakhiri pembicaraan kami dengan alasan mau tidur. Karena itu memang sudah mau jam sepuluh malam.
~###~
(Restoran Steak, saat ini)
Aku menghabiskan waktu merayakan ulang tahu Joana bersama teman-teman sekelasku. Ketika kami akhirnya selesai makan-makan Gemilang dan Tiara sudah tidak ada. Aku terdiam cukup lama di jalan. Dan menyadari bahwa aku telah lama melupakan perasaan itu. tidak ada rasa sakit atau apapun lagi ketika melihat mereka bersama. Aku telah move on.
Aku bahkan sangat mensyukuri keputusanku saat malam itu untuk bicara dengan Tiara dan menyatakan semua perasaanku. Karena jika aku marah dan malah juga menjauhinya, mungkin kini kami telah bermusuhan. Teman dan pertemanan adalah sesuatu yang sangat berharga di dunia ini.
Untuk mencari satu orang musuh sangatlah mudah, tapi untuk menjaga satu orang teman sangatlah sulit. Karena pertemanan sangat rentan jika tidak di jaga baik-baik. Dan aku sangat menghargai pertemanan ini dengan siapapun itu bukan hanya Tiara. Perlahan dari dalam restoran dapat kudengar lagu “Some one like you” milik Adele di putar. Aku tersenyum dengan sangat lega sambil memandang ke langit dan memantapkan hatiku bahwa hidup akan terus berlanjut meski tanpa Gemilang.
~###~



I heard, That you're settled down
That you found a girl, And you're married now


I heard, That your dreams came true
Guess she gave a things, I didn't give to you


Old friend, Why are you so shy
It ain't like you to hold back, or hide from the light


I hate to turn up out of the blue, Uninvited
But I couldn't stay away. I couldn't fight it


I'd hoped you'd see my face, And that you'd reminded
That for me, it isn't over


Never mind I'll find, Someone like you
I wish nothing but the best for you
Too,, Don't forget me, I beg
I remeber you said
Sometimes it lasts in love 
But sometimes it hurts instead


You'd know, How the time flies
Only yesterday, Was the time of our lives


We were born and raised, In a summer haze
Bound by the surprise, Of our glory days


Nothing compares, No worries, or cares
Regrets and mistakes, They're memories made


Who would have known, How...
Bittersweet, This would taste.

1 komentar:

  1. ga suka aah sama sikapnya tiara, seharusnya dia lebih bisa menjaga perasaan si dara doong :'(
    ~esha~

    BalasHapus