“Tiara, Gemilang” aku terkejut bertemu keduanya di Restoran Steak.
“Eh Dara!,” Tiara dan Gemilang balik menyapaku.
“Sudah lama?” tanyaku
“Lumayan, nih sudah mau habis” jawab Tiara
Aku terdiam sejenak, bingung ingin mengobrol apa lagi. akhirnya aku
memilih untuk pergi kedalam
“Aku masuk dulu ya, anak-anak kelas sudah menunggu di dalam”
“Ya.”
Setelah saling melempar senyum lebar, aku berbalik masuk kedalam
restoran dalam keheningan hatiku. Tapi aku baik-baik saja, jadi kalian jangan khawatir.
~###~
(Satu tahun lalu, SMA Taruna Negeri)
Siang itu suasana perpisahan terasa sangat menyesakan di dadaku.
Akhirnya kami akan mengakhiri masa SMA yang indah dan melangkah menuju dunia
baru yang lebih dewasa. Tapi ada sesuatu yang lebih dari pada kesedihan
berpisah dengan teman. Ya, aku akan berpisah dengan laki-laki itu juga.
Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan kemeja biru
langit. Dasinya bermotif garis-garis horizontal dengan gradasi warna hitam,
biru donker dan biru langit. Rambutnya pendek dengan sedikit licin karena
minyak, hanya sedikit agar rambutnya rapi. Kami berdua berbeda kelas, selama
tiga tahun ini. Tapi, entah kenapa hatiku bisa terpaut padanya.
Jika ku ingat saat pertama kami bertemu, waktu itu masa orientasi
siswa baru di SMA Taruna Negeri Tangerang ini. Aku yang terlambat datang ke
sekolah di hukum untuk bernyanyi di depan teman-teman dan kakak panitia.
Ternyata bukan hanya aku saja yang terlambat tapi juga dia. Dengan atribut
orientasi siswa baru seperti kalung permen dan gelang permen. Kami harus
bernyanyi sambil berpegangan tangan layaknya pasangan kekasih.
“Ayo, Dara dan Gemilang! Nyanyikan lagu potong bebek angsa sambil
bermesraan!” ujar seorang kakak kelasku yang bernama Toni
“Ah, masa nyanyi sih kak. Saya gak bisa nyanyi!” elak Gemilang
“Saya juga kak, gak bisa nyanyi” ujarku malu-malu
“Ayo mau cepat selesai tidak hukumannya?” bentak Kak Rere dengan
wajah super galaknya
“Ya udah, ya udah deh. “ akhirnya Gemilang menyerah
Aku tidak mengambil pusing hukuman sepele ini. kami mulai bernyanyi
dengan lantang lagu potong bebek angsa.
“Pegangan tangan dong!” pinta Kak Hendi sambil membawa kamera siap
mempotret foto kami berdua.
Aku ingin protes dan menolak. Aku bahkan sudah berhenti bernyanyi,
tinggal Gemilang yang bernyanyi. “Yahh, kakak..” tapi, kalimatku tercekat
ketika Gemilang meraih tanganku dan menggenggamnya. Aku tidak pernah
berpengangan tangan dengan lelaki selama itu kecuali untuk berjabat tangan.
Tapi ia terus memegang tanganku sampai kami menyelesaikan 2 kali putaran lagu
Potong Bebek Angsa.
Jangtungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku tidak menyadari
bahwa debaran jantung itu, dan perasaan hangat yang merayap menuju hatiku saat
itu adalah benih cinta. Yang kemudian semakin tumbuh dan membesar seiring berjalannya waktu. Aku menyukainya dalam diam karena kami berbeda kelas.
Pertemanan ku dengannya pun hanya sebatas teman biasa.
Gemilang adalah sosok yang ramah dan mudah bergaul dengan siapa
saja, ia memiliki kemampuan berorganisasi yang baik. Tidak terlalu populer di
kalangan siswa-siswa seperti Rudi atau Ardy yang kemudian menjadi ketua Osis.
Pernah waktu aku terlambat pulang akibat kepanitiaan acara Ulang Tahun Sekolah
ia menunggu ku hingga selesai menyelesaikan semua tugas. Aku tahu mungkin
karena saat itu ia adalah ketua panitia dan aku sekretarisnya, tapi, tetap saja
dia sangat gentle dengan menungguku di sekolah bahkan sampai tidak ada orang
lain lagi selain aku, dia dan satpam.
Pernah suatu ketika sepatuku rusak di sekolah, dan aku hampir
mengangis di depan gerbang karena teman-teman ku yang lain sudah pulang. Ia
bersedia mengantarkanku pulang. Aku tidak tahu, mungkinkah aku yang terlalu
percaya diri? Atau aku hanya salah paham. Untuk lebih mendekatinya, aku
mendekati adik perempuanya Detty yang sekarang masih kelas 1 SMA. Kami berdua menjadi
sangat dekat, dan bahkan ia tahu aku menyukai Gemilang. Tapi, aku tetap tidak
tahu bagaimana perasaan Gemilang padaku.
Di hari perpisahaan ini, aku ingin mencari tahu jawabannya. Aku
ingin mengungkapkan segalanya. Tapi bahkan sampai ketika acara hampir selesai
bibirku tetap terdiam dan kelu.
“Kak Dara, selamat ya sudah lulus.” Detty mendekatiku dan
menyalamiku
“Terima kasih Detty“ Kami berpelukan sebentar.
Tapi entah kenapa, perasaan ku luluh seketika. Pertahanan yang ku
buat agat tidak menangis hancur. Aku menangis, tapi entah apa yang kutangisi.
Perpisahanku dengan teman-temanku kah? Perpisahanku dengan masa SMA ku kah?
Atau perpisahanku dengan Gemilang? Setelah kami lulus SMA, kami akan menempuh
jalan kami masing-masing. Meskipun kami masih tinggal di kota yang sama, tapi
tak ada lagi kesempatanku untuk bertemu dengannya sebebas di sekolah.
“Kak, Kak Gemilang kuliah di Univesitar Kebangsaan juga kok, masih
ada kesempatan” Ujar Detty.
“Bukan itu Det, kadang kala waktu dan kesempatan berbicara ada.
Tapi kakak yang tidak bisa berbicara apa-apa”
Itu kalimat terakhir yang ku berikan pada Detty. Karena aku harus
segera pulang. Tanpa mengucapkan perpisahan pada Gemilang. Tanpa salam apapun.
Aku memilih pulang. Hingga ketika aku sampai di rumah, rasanya dadaku sesak
seakan-akan ada sebongkah perasaan yang masih tertinggal di hari perpisahan
itu.
~###~
Enam bulan hampir berlalu setelah perpisahan SMA ku. Aku dan
Gemilang memang sama-sama masuk Universitas Kebangsaan. Juga beberapa orang
temanku. Tapi kami berbeda jurusan. Dan bahkan kami sangat jarang bertemu.
Kegiatan dan jadwal kami semua berbeda-beda. Salah satu teman ku juga yang
masuk kesini adalah Tiara. Kami sekelas di SMA dan dia juga masuk di
universitas ini sehingga kadang bertemu.
Ketika akhirnya aku tanpa sengaja bertemu dengan Gemilang di
perpustakaan. Suasana canggung menyerang kami. Hanya basa-basi singkat saling
sapa biasa.
“Gimana kuliahnya Gemilang?” Tanyaku
“Baik, ini, lagi ngerjain tugas yang setumpuk menjelang UAS” katanya
“Oh, kamu sendirian?” tanya ku
“Oh, enggak tadi sama Tiara sih. Tapi tau nih dia ada dimana.”
“Tiara?” batinku. Setauku sejak SMA dia tidak pernah pergi
kemanapun dengan seorang perempuan. Selalu dengan teman laki-lakinya. Sekalipun
jika harus pergi dengan perempuan adalah jika ada urusan yang jelas. Tapi,
mungkin saja mereka tidak sengaja bertemu seperti ku dan dia saat ini? atau
mungkin Gemilang sedang meminta bantuannya.
“Gem-“ Tiara agak kaget ketika muncul dari balik lorong saat
melihatku dan Gemilang. “Eh, Dara” ujarnya sambil tersenyum canggung.
“Tiara, kamu disini juga, sedang mengerjakan tugas juga?” tanyaku
“Iya, aku sedang mencari referensi, Ra.”
“Oh,Ya sudah, Gemilang, Tiara aku duluan ya.”
Aku melangkah meninggalkan kecanggungan itu. Dalam hatiku sempat
terlintas bahwa ada sesuatu antara mereka berdua. Tapi,aku tidak ingin
mengakuinya. Meski kami hanya teman biasa tapi Tiara tahu aku menyukai Gemilang
sejak kelas 1 SMA. Dan ku akui semenjak kuliah memang aku tidak pernah
bercerita apa-apa lagi tentang Gemilang ketika aku dan Tiara bertemu.
Aku duduk sambil membuka buku. Tapi bahkan mataku sama sekali tidak
membaca. Berkali-kali aku meyakinkan perasaanku bahwa tidak terjadi apa-apa dan
tidak ada apa-apa antara mereka berdua. Suasana canggung dan senyum kikuk Tiara
hanya perasaanku saja. setelah meyakinkan hatiku segera ku baca dengan serius
bukuku.
Baik lewat facebook maupun twitter aku masih mencoba terus
berhubungan dengan Gemilang. Meski tidak terlalu intens, tapi sebisa mungkin
kontak kami tidak putus. Hanya saja aku tidak berani mengiriminya sms atau
menelponnya. Tapi selain aku ternyata Tiara juga selalu berhubungan dengan
Gemilang. Ia bahkan lebih sering memberikan comment di wall Gemilang atau
mementionnya. Selain Tiarapun teman-teman ku yang lain juga masih terus
berhubungan. Tapi, entah kenapa yang pertama kali ku lihat adalah Tiara.
Jika seandainya Gemilang dan Tiara benar pacaran, apa yang akan ku
lakukan? Marahkah pada Tiara? Marahkah pada Gemilang? Jika aku marah pada
Tiara, maka pasti kecanggungan dan keretakan pertemanan kami akan berlangsung
selama-lamanya. Hanya saja kemudian ada perasaan lain yang menghantui hatiku.
Perasaan bahwa teman yang dekat denganku justru akan pergi menjauh. Entah mana
yang lebih sakit antara perasaan di tinggalkan teman atau mengetahui teman
pacaran dengan seseorang yang ku suka. Tapi yang ku tahu, kehilangan seorang
teman akan terasa sangat menyakitkan.
“Detty apa kabar?” setelah sekian lama kami tidak smsan, aku memulai menghubungi Detty
lagi.
“Baik kak, kakak apa kabar?” balasan sms dari Detty cepat sekali
“Boleh tanya sesuatu ngak? Tapi
jawab yang jujur ya,”
“Ya kak, silahkan”
“Kak Gemilang sedang dekat dengan
seseorang ya?”
Detty tidak menjawab. Lama sekali, bahkan hampir sepuluh atau lima
belas menit. Aku menunggu dengan cemas. Kenapa dia tidak menjawab? Apakah
dugaanku benar?
“Kak, gimana kalau kita ketemu aja.
Nanti sore kakak kosongkan?”
“Oke, nanti kita ketemu di cafe
bintang depan SMA ya, jam tiga sore.”
Kebetulan hari ini aku kosong jadwal kuliah. Jadi dari jam dua aku
sudah menunggu Detty di Cafe favorit anak-anak SMA Taruna Negeri. Jam tiga
lewat sepuluh menit Detty datang dan mencariku. Karena sebelumnya aku sudah sms
bahwa aku sudah menunggunya.
“Maaf ya kak, aku agak telat. Tadi aku keluar paling akhir untuk
mengumpulkan tugas soalnya. Ia meminta maaf
“ Iya santai aja. Kamu mau pesen apa?”
“Jus Mangga sama Pancake aja kak, kakak pesan apa?”
Ku panggil pelayan mendekati kami dan memesan makanan. Kami
berbicara basa-basi mengenai keadaan SMA dan tentang kuliahku sambil makan
pancake. Sampai akhirnya aku yang bertanya duluan dan membuka topik pembicaraan
megenai apa yang ada di sms.
“Det, Kak Gemilang benar lagi dekat dengan seseorang ya?” tanyaku
to the point.
“Iya kak, maaf ya aku gak kasih tau kakak”
Deg-
Jantungku terasa nyeri, tapi aku tetap berusaha ceria dan tersenyum
saat menjawab pertanyaannya. “Ga masalah Det, lagian kakak siapanya dia.”
“Ya tapikan, aku merasa gak enak kak. Aku bingung juga mau bilang
ke kakak gimana.”
“Ya ampun Detty, kakak gak masalah kok. Santai aja. Hmmm, btw dia
dekat sama Kak Tiara ya?”
Detty terdiam memandangku. Mungkin ia bingung mau menjawab
bagaimana. “I-Iya kak” suaranya pelan. “Kok kakak tahu?”
“Kelihatan kok, sebetulnya kakak sudah merasa sejak lama. Waktu itu
kakak sempat bertemu beberapa kali dengan mereka berdua di kampus. Lebih
tepatnya ga sengaja melihat mereka sedang berdua sih hehehe” lagi-lagi aku
berusaha menutupi perasaanku yang sebenarnya.
“Maaf ya kak, aku diam aja dari dulu. Sebenarnya mereka sudah dekat
sejak akhir-akhir mau kelulusan” Detty blak-blakkan.
Aku tersenyum selebar mungkin dalam kegetiran hatiku sendiri. Detty
baru mengatakannya sekarang bahwa mereka telah dekat sejak sebelum kelulusan
kami. Tapi aku tidak ingin menyalahkan Detty. Aku yakin dia ingin menjaga
perasaanku mengingat kami berdua berteman lumayan akrab.
“Iya, Dett, kakak ga masalah kok. Kakak gak akan marah pada Detty.
Kakak bukan pada tempatnya untuk marah, karena kakak pun selama ini tidak
melakukan pendekatan ke Gemilang sebagai seorang wanita yang suka pada pria,
hanya sebagai teman. Jadi kalaupun semua ini terjadi yaa~ itu semua karena
salah kakak sendiri”
~###~
Sore setelah pengakuan Detty padaku, aku berusaha untuk mengirim
pesan singkat pada Tiara. Beberapa kali ku coba menulis kalimat tapi akhirnya
ku hapus lagi. Sampai jam sembilan malam aku masih terdiam di atas kasurku
seperti orang yang sedang bersemedi. Aku kembali memikirkan semua sikap Tiara
padaku beberapa waktu ini. Sikapnya yang menjaga jarak, basa-basi, canggung
terhadapku. Mungkinkan karena masalah ini.
Aku bahkan juga menginstropeksi diriku sendiri. mulai dari
hubunganku dengan Gemilang. Aku dan Gemilang memang hanya teman biasa. Seperti
yang kukatakan pada Detty, aku diam saja dan tidak berusaha menunjukan
perasaanku pada Gemilang. Wajar kalau dia tidak tahu. Wajar kalau dia menyukai
orang lain tanpa tahu perasaanku.
Aku dan Tiara meski berteman, dan meski Tiara tahu aku menyukai
Gemilang tapi apa hakku melarang Tiara dekat dengan Gemilang. Gemilang
menyukainya dan ternyata Tiara juga menyukainya. Tiara bahkan telah mencoba
menjaga perasaan ku dengan menyembunyikan kedekatan mereka. mungkin bagi
sebagian orang sikap Tiara dianggap “menusuk” teman dari belakang. Tapi, aku
bahkan tidak berpikir seperti itu.
Yang kupikirkan adalah bahwa aku bahkan bukan dalam keadaan untuk
dapat marah pada Tiara, karena cinta adalah hak siapa saja. Dan Gemilanglah
yang berhak memilih siapa tambatan hatinya. Gemilang tidak memasukanku dalam
hitungannya karena aku bahkan tidak pernah menunjukan perasaanku.
Yang aku takutkan saat ini adalah aku kehilangan temanku yang
semakin menjauh. Kehilangan satu cinta di hidupku akan menumbuhkan cinta yang
lain lagi. Tapi kehilangan Tiara sebagai temanku, tidak akan menumbuhkan Tiara
yang lain lagi. Hanya ada satu Tiara dihidup ini. Pertemanan adalah sesuatu
yang lebih berharga dari apapun, bahkan terlalu berharga jika harus di rusak
hanya karena masalah laki-laki
Akhirnya tanpa sms, ku telpon Tiara.
“Halo, Tiara. Lagi apa?” tanyaku
“Lagi ngerjain tugas nih Dar, kamu?” jawabnya
“Aku lagi ga ngerjain apa-apa. Kebetulan lagi free tugas”
“Wuiiih enak, aku lagi numpuk-numpuknya.”
“Tiara, aku mau nya sesuatu. Kamu jawab yang jujur ya”
“.... ya....”
“Kamu sedang dekat dengan Gemilang ya??”
“........” ia terdiam, tapi aku tau ia masih mengangkat
handphonenya
“Iya,” jawabnya agak pelan “Kamu marah ya?”
Saat mendengar jawaban Tiara, entah kenapa aku justru merasa sangat
lega. Aku tidak tahu. Seperti gudang yang telah lama di tutup dan baru di buka
kembali. Udara segar berhamburan masuk kedalam meski rasa pengap masih
tertinggal.
“Enggak Tiara, aku enggak akan marah atau benci sama kalian”
“Tapi kamu sakit hatikan?” tanyanya
“Ya, rasa sakit hati itu memang ada-“
“Tuh kan,” di memotong kalimatku
“Dengarkan dulu penjelasanku. Aku memang sakit hati. Sedih tau
kalian bersama. Tapi aku ikut senang untuk kalian. Aku hanya gak mau kamu
menjauhi aku karena hal ini. Kita tetap biasa saja seperti dulu. Ya.”
“Kamu jangan bohong,” dia masih mendesakku untuk mengatakan
perasaan hatiku
“Kan tadi aku bilang, aku merasa sakit hati. Tapi Cuma sedikit. Aku
bukan orang yang akan kehilangan akal karena cinta. Buat apa aku marah pada
kamu. Diantara kita tidak ada yang salah. Cinta kalian pun tidak ada yang
salah. “
“Aku minta maaf”
“Iya, santai saja. btw udah pacaran ya?”
“Enggg... sebetulnya sudah sih sejak dua bulan setelah lulus SMA”
Pembicaraan setelahnya terasa lebih ringan bagiku. Kami mengobrol
sampai hampir tiga puluh menit. Aku yang duluan mengakhiri pembicaraan kami
dengan alasan mau tidur. Karena itu memang sudah mau jam sepuluh malam.
~###~
(Restoran Steak, saat ini)
Aku menghabiskan waktu merayakan ulang tahu Joana bersama
teman-teman sekelasku. Ketika kami akhirnya selesai makan-makan Gemilang dan
Tiara sudah tidak ada. Aku terdiam cukup lama di jalan. Dan menyadari bahwa aku
telah lama melupakan perasaan itu. tidak ada rasa sakit atau apapun lagi ketika
melihat mereka bersama. Aku telah move on.
Aku bahkan sangat mensyukuri keputusanku saat malam itu untuk
bicara dengan Tiara dan menyatakan semua perasaanku. Karena jika aku marah dan
malah juga menjauhinya, mungkin kini kami telah bermusuhan. Teman dan
pertemanan adalah sesuatu yang sangat berharga di dunia ini.
Untuk mencari satu orang musuh sangatlah mudah, tapi untuk menjaga
satu orang teman sangatlah sulit. Karena pertemanan sangat rentan jika tidak di
jaga baik-baik. Dan aku sangat menghargai pertemanan ini dengan siapapun itu
bukan hanya Tiara. Perlahan dari dalam restoran dapat kudengar lagu “Some one
like you” milik Adele di putar. Aku tersenyum dengan sangat lega sambil
memandang ke langit dan memantapkan hatiku bahwa hidup akan terus berlanjut
meski tanpa Gemilang.
~###~
I heard, That you're settled down
That you found a girl, And you're married now
I heard, That your dreams came true
Guess she gave a things, I didn't give to you
Old friend, Why are you so shy
It ain't like you to hold back, or hide from the light
I hate to turn up out of the blue, Uninvited
But I couldn't stay away. I couldn't fight it
I'd hoped you'd see my face, And that you'd reminded
That for me, it isn't over
Never mind I'll find, Someone like you
I wish nothing but the best for you
Too,, Don't forget me, I beg
I remeber you said
Sometimes it lasts in love
But sometimes it hurts instead
You'd know, How the time flies
Only yesterday, Was the time of our lives
We were born and raised, In a summer haze
Bound by the surprise, Of our glory days
Nothing compares, No worries, or cares
Regrets and mistakes, They're memories made
Who would have known, How...
Bittersweet, This would taste.
ga suka aah sama sikapnya tiara, seharusnya dia lebih bisa menjaga perasaan si dara doong :'(
BalasHapus~esha~