Pagi ini kawasan puncak
Bogor kembali di guyur hujan. Dan lagi-lagi, aku melihat bayangan laki-laki
yang sama seusai hujan. Dia memakai pakain tidur berwarna abu-abu. Rambutnya
pendek berantakan dan wajahnya pucat seperti mayat. Tapi matanya memandang tajam
kearahku. Siapa? Padahal pagar Villa kami masih terkunci.
“Kakak” aku memanggil
kakak lelakiku tanpa menoleh dan masih memperhatikan lelaki itu.
“Hemm?”
“Coba sini deh, ada
orang aneh di depan Villa kita” aku melambaikan tangannku memanggilnya.
“Apaan sih Dek? Jangan
ngigo seperti kemarin lagi loh!”
“Enggak kak, cepet
sini!”
Aku bisa mendengar suara
langkah kakakku mendekat dari arah sofa. Mataku masih memandang lekat kearah
laki-laki itu yang kini menunjuk kearah sebelah kanan Villa kami. Bibirnya
bergerak-gerak mengatakan sesuatu tapi aku tidak bisa mendengarnya.
“Prang!” aku terkejut
mendengar suara benda jatuh dan segera menoleh.
Kak Bima ternyata tak
sengaja menjatuhkan asbak besi yang ia pegang dan membuat abu rokoknya jatuh
berceceran. Dengan segera ku balikkan kepalaku lagi ke luar tapi, laki-laki itu
sudah tidak ada.
Hantu?!
Sudah dua hari ini aku
melihat bayangan laki-laki itu di depan Villaku. Ia selalu menunjuk kearah yang
sama dan menggerakkan bibirnya dengan kalimat yang sama. Dan, setiap aku
memanggil orang lain laki-laki itu selalu menghilang. Apa lagi kalau bukan
hantu?! Seketika bulu kudukku merinding dan hawa dingin menyerangku.
“Bereskan sendiri loh!”
akhirnya aku meluncur pergi dari dekat jendela meninggalkan kakakku yang sedang
membereskan lantai.
“Hei Sar, bagaimana
dengan laki-laki itu?”
“Tidak ada! Aku salah
lihat. Ternyata itu Mang Ujang” jawabku asal.
Sorenya kutemani Ibu
untuk belanja sayuran. Kami berjalan dibawah satu payung yang sama menuju
warung sayur yang letaknya tidak jauh dari Villa. Setelah keluar pagar kami
menuju kearah kanan dan menanjak sedikit.
Aku jadi teringat dengan
tangan lelaki itu yang menunjuk ke arah sebelah kanan Villa kami. Setahuku,
sebelah kanan Villa ku adalah rumah Mang Ujang penjaga Villa. Lalu, ada sebuah
Villa lain. Villa dengan interior kayu yang indah. Villa itu baru dibangun dua
tahun ini. Kata Mang Ujang yang punya adalah pengusaha kayu yang sukses di
Jakarta.
Entah kenapa, tapi bulu
leherku kembali meremang dan mataku sangat ingin memandang terus kearah pagar
Villa kayu itu. Didepan pagarnya dapat kulihat bahwa nama Villa itu adalah
Goldenwood. Dari sela-sela pagarnya aku melihatnya lagi, laki-laki itu.
Kakiku jadi gemetar dan
tubuhku lemas seketika.
Laki-laki itu menunjuk
kearah dalam Villanya. Aku ingin mengabaikannya tapi, mataku terus menatap
laki-laki itu. Tanganku gemetar memgang gagang payung hingga hampir jatuh.
“Kamu kenapa nak?” Ibu
segera memegangi tanganku.
Aku menggeleng lemah.
“Aku mau pulang bu, tidak enak badan. Ibu teruskan saja belanja”
Aku menembus rintik
hujan kecil-kecil berlari menuju Villa. Ayah dan kakak yang melihatku
terburu-baru masuk kekamar merasa aneh. Ku tarik selimut dan segera mengubur
diriku dibaliknya. Tidak! Pengalaman ini terlalu seram untuk jadi kenyataan.
Ini bukan kenyataan, ini hanya halusinasi. Halusinasi! Cuma halusinasi!
Tunggu dulu, kalau dia
hantu…. Dia tidak akan muncul disiang harikan?
Lalu dia itu apa?
Ku tatap atap Villa
Goldenwood yang terlihat dari rumah Mang Ujang. Hari beranjak senja, tapi
kuberanikan diri untuk datang ke rumah Mang Ujang. Ku pikir seandainya aku
bertanya setidaknya dia pasti tahu mengenai Villa misterius dan pemiliknya itu.
"Villa itu kosong
neng," mang Ujang menggaruk-garuk kepalanya tidak yakin.
“Siapa yang suka jaga
Villa itu Mang?” tanyaku.
“Biasanya Mang Asep yang
suka jaga. Isterinya yang bersih-bersih. Rumahnya ada di ujung jalan. Tapi
sudah beberapa hari ini dia menghilang dari desa."
"Kemana?"
Mang ujang haya
menggeleng menjawab pertanyaanku. Tapi ini menegaskan bahwa tidak ada satu
orangpun di dalam villa itu.
Cetar!
Tiba-tiba terdengar
bunyi petir sangat keras. Sepertinya malam mini akan hujan. Padahal biasanya
hujan selalu datang dini hari.
Gluduk Gluduk
Kenapa suasananya jadi
seram begini sih? Lebih baik aku tidur cepat saja. Kalau hujan begini aku jadi
teringat semua adegan-adegan di film-film horor yang pernah kutonton. Baru-baru
ini aku menonton ulang film Silent Hill. Jika dipikir-pikir ini kan juga
merupakan kawasan perbukitan yang penuh Villa-Villa besar tak berpenghuni
kecuali saat musim liburan.
Aku pikir malam ini aku
akan tidur dengan nyenyak tanpa terbangun. Mengingat suasana saat hujan
menciptakan hawa lembab dan dingin yang membuat aku semakin mengantuk. Tapi
sekitar pukul tiga pagi aku terbangun. Atau mungkin hanya setengah terbangun
aku sendiri tidak yakin.
Mataku hanya terbuka
setengahnya jadi penglihatanku sedikit kabur karena bulu mataku. Hal lain yang
kusadari adalah bahwa hujan telah berhenti. Dan disana, di ujung tempat tidurku
aku melihat laki-laki itu. Dia menunjukan jarinya lurus kedepan, kearah
Villanya jika dari kamarku. Dan akhirnya aku mendengar apa yang ingin ia
katakana. “Tolong aku"
Aku ketakutan dan
berusaha memejamkan mataku. Tapi meski dengan mata terpejam aku masih bisa
merasakan kehadirannya yang membuatku takut setengah mati. Aku menggigil di
bawah selimut hangatku dan jantungku terus berdetak kencang. Kembali aku
mendengar suara laki-laki.
“Sarah! Bangun! Bangun!”
Seketika aku benar-benar
membuka mata. Jendela kamarku telah terbuka lebar dan matahari pagi akhirnya
bersinar cerah setelah beberapa hari kami di rundung mendung. Kak Bima menarik
selimutku dengan kasar dan mencipratkan air ke wajahku.
“Ayo lari pagi!” Kak
Bima melempar pakaian olah raga yang kusimpan di koper.
Aku terdiam memikirkan
kejadian semalam. Apakah itu hanya mimpi semata atau suatu kenyataan?.
“Kakak, ayo kita ke
Villa Goldenwood.”
Kak Bima mengerutkan
dahinya, bingung. “Buat apa?”
Aku menatap mata Kak
Bima, "Apa kakak takut pada hantu?"
Seketika itu juga ia
mencubit pipiku, "Jangan bertanya hal yang bukan-bukan". Ia
meninggalkan kamarku tanpa mendengar penjelasan apa-apa.
Aku membujuk kakak untuk
datang ke Villa dengan segenap usahaku. Aku penasaran. Dengan ditemani Mang
Ujang kami memencet bell Villa Goldenwood. Tapi, tidak ada respon.
Aku mendekat kearah
pengait pagar dan terkejut.“Kak, pintunya tidak dikunci!”
“Aneh” gumam Kak Bima.
“Ya sudah ayo masuk”
Kami bertiga beriringan
masuk kedalam pekarangan Villa. Sayangnya pemandangan selanjutnya lebih
mengejutkan, pintu Villa sama sekali tidak terkunci dan justru terbuka lebar.
Teras Villa terlihat kotor seperti sudah beberapa hari tidak dibersihkan. Jika
ada seseorang di dalam Villa pasti dia akan membersihkan Villa ini kan?
Kak Bima masuk kedalam
sambil menggosok2 kedualengannya. “Sebenarnya apa yang kita cari sih?"
Sepi. Tidak ada jawaban
maupun tanda-tanda seseorang. Lalu kenapa pintu rumah dibiarkan terbuka?. “Mang
Ujang, tolong telepon polisi ya. Saya takut ada pencuri yang masuk kedalam
semalam.” Kata kak Bima.
“Baik tuan” Mang Ujang
segera meraih telepon genggamnya dan menelepon polisi.
Entah kenapa firasatku
sangat kuat untuk mendatangi kamar Villa ini. pasti ada sesuatu yang terjadi.
“Ayo kita cari tanda-tanda sesuatu apa saja. Kakak kearah dapur aku akan kearah
kamar utama dan kamar tamu”
Aku takut, iya benar.
Takut hantu. Tapi tidak mungkin hantu akan muncul di pagi hari seperti ini.
Jadi dengan penuh keberanian ku buka kamar utama Villa ini yang tadi sudah
ditunjukan oleh mang Ujang. Kamar utama itu terlihat bersih tapi tempat
tidurnya berantakan. Sepertinya ada yang tidur disini semalam. Tapi, siapa?
Jadi aku melangkah lebih jauh kearah lemari. Dan disitulah aku melihat tubuh
laki-laki misterius yang selalu menghantuiku. Dia terbujur dilantai dengan
wajah yang sangat pucat.
Deg. Jantungku seperti
berhenti.
“Kyaaaaaaaaaaa” hanya
itu satu-satunya respon yang bisa ku katakan.
Beberapa saat kemudian
Polisi datang. Mereka mengatakan bahwa laki-laki itu koma. Jika kami terlambat
menemukannya ada kemungkinan ia akan mati. Ia menderita satu pukulan dibagian
kepalanya dan beberapa lebam lain di tubuhnya. Lalu, mobil dan beberapa barang
berharga dirumah itu telah hilang. Dan tersangka utama yang mereka curigai
adalah dua pembantu di Vila itu, Asep dan isterinya. Syukur keluarga laki-laki
itu cepat datang. Mereka terlihat shock dan sedih.
Sore itu seusai hujan
rintik-rintik aku dipanggil ke kantor polisi untuk memberikan keterangan. Kak
Bima menemaniku dan berkali-kali mengingatkanku untuk tidak bercerita hal yang
sebenarnya bahwa aku melihat hantu. Aku tahu, hal ini juga terjadi secara
tiba-tiba padaku. Tapi, manusia bisa berubah. Kak Bima tidak sadar bahwa dia
yang awalnya tidak percaya pada hantu kini mempercayainya setelah kejadian ini.
"Bagaimana anda
tahu bahwa dirumah itu ada laki-laki itu?" Tanya Pak polisi saat meminta
keterangan dariku.
Aku terdiam dan
memandang polisi muda dihadapanku. Setelah mengambil nafas panjang aku pun
bertanya dengan penuh keyakinan
"Apa anda percaya
hantu?"