Selasa, 23 Juli 2013

My Delicious Obento

Aku telambat.
Berlari-lari di pagi hari membuat Sakura lelah setengah mati. Sakura belum pernah terlambat sebelumnya. Ini gara-gara Sakura harus membuat obento[1] untuk Takeshi-kun. Seharusnya Sakura bangun lebih awal tadi. Takeshi-kun baaka[2]!. Lima belas menit lagi sekolah masuk sedangkan Sakura baru akan sampai tiga puluh menit lagi.
“Tiiinnnn Tiiinnnn Tiiinnnn!!!” Sebuah motor mengklakson Sakura dari belakang. Dari suara mesinnya Sakura tau pasti bahwa itu motor Takeshi tetangganya.
Takeshi menghentikan motornya di depan Sakura dan menyodorkan helm berwarna hitam. “Ohaiyo[3], Sakura! Butuh tumpangan?”
Mau tidak mau Sakura menerima ajakan Takeshi. Sakura kira Takeshi sudah berangkat dari tadi. Sakura masih merasa kesal pada teman sejak kecilnya ini. Seandainya kemarin dia tidak tiba-tiba bilang bahwa masakannya enak. Dan tidak bilang bahwa ia juga ingin obento buatan Sakura maka ia tidak akan pernah bersusah payah seperti ini.
Angin menerpa keduanya kencang karena Takeshi mengebut. Kebalikan dari Sakura, Takeshi selalu berangkat terlambat hingga orang tuanya membelikannya motor agar ia bisa tepat waktu datang ke sekolah. Di sekolah Sakuralah yang menjadi monitor bagi kedua orang tua Takeshi.
Perjalanan panjang yang selama ini Sakura tempuh hanya dalam 30 menit kini ia sudah sampai dalam 10 menit. Ia tidak berhenti berpegang pada Takeshi ketika mereka mengebut. Begitu sampai di parkiran Sakura segera turun dan berlari. “Takeshi-kun! Isoide kudasai[4]!” Sakura berteriak pada Takeshi.
Akhirnya Takeshi ikut berlari masuk ke dalam sekolah. Keduanya menuju loker sekolah dan meraih uwabaki[5] masing-masing. Tepat ketika mereka sampai di pintu kelas bel berbunyi. Nafas Sakura hampir putus karena berkejaran dengan waktu. Ia duduk di bangkunya dan meregangkan kakinya yang lelah. Takeshi duduk di belakangnya dengan santai.
“Hebat juga aku bisa datang tepat waktu!” Katanya.
“Apanya yang hebat?! Kita hampir terlambat!” Sakura meradang.
Tapi, dalam hati Sakura ia sangat senang. Ini pertama kalinya Takeshi memberikannya tumpangan ke sekolah dengan motor barunya. “Aku hanya mengizinkan orang spesialku untuk menaiki motor baru ini”. Sakura ingat betul kata-kata Takeshi beberapa waktu lalu itu. Meskipun pagi ini hanya suatu kebetulan belaka ia tidak perduli asalkan bisa di dekat Takeshi. Sakura tidak bisa bohong bahwa jantungnya berdetak kencang bukan hanya karena ia lelah, tapi juga karena Takeshi.
Miyano-Sensei masuk ke dalam kelas dan membuyarkan lamunannya. Ketua kelas Fujiwara-Kun memberi aba-aba pada semua murid agar memberikan salam. “Kiritsu[6]!” Seluruh murid berdiri. “Re[7]” kemudian mereka membungkuk. “Ohaiyo Gozaimasu! Sensei[8]
Miyano-Sensei memulai pelajaran dengan mengabsen seisi kelas. Ketika namanya berhenti di nama Takeshi Oda ia mengernyitkan keningnya heran. Sakura tahu pasti apa yang ada di pikiran Miyano-Sensei. Beliau heran bagaimana mungkin Takeshi tidak terlambat hari ini.
“Hai[9]! Sensei! Hari ini aku tidak terlambat!” Seakan dapat membaca pikiran Miyano-Sensei, Takeshi berkata lantang hingga membuat seisi kelas tertawa.
“Shitteimasu[10]!” jawab Miyano-Sensei pendek.
Miyano-Sensei mengajar pelajaran Sejarah Jepang. Takeshi tidak penah menyukai pelajaran ini, ia sulit untuk mengingat tahun dan nama-nama tokoh yang sangat banyak. Sebaliknya Sakura sangat menyukai pelajaran Sejarah Jepang. Kalau ada pelajaran yang Takeshi sangat sukai, itu adalah olah raga terutama basket. Ia adalah kapten tim basket yang sangat keren.
Tidak ada murid-murid di sekolah yang tidak mengenal Takeshi. Ia tampan dan keren. Prestasi terbaiknya dicapai ketika tahun lalu di kelas dua SMA dia membawa tim basketnya menjuarai kejuaraan basket nasional antar SMA. Berada di dekat Takeshi sebagai teman dari kecilnya sebenarnya membuat Sakura sangat minder.
Sakura hanya siswi biasa-biasa saja, dengan wajah pas-pasan menurutnya sendiri. Ia tidak pandai olah raga juga tidak terlalu menonjol di luar kelas selain prestasinya. Ia puas harus dikatai oleh teman-teman perempuannya sebagai kutu buku. Di kelas, satu-satunya sahabatnya adalah Rei-Chan.
“Seharusnya kamu akui saja perasaanmu itu pada Takeshi!” Rei-chan menasihati Sakura ketika istirahat siang.
Sakura sedang memandangi dua kotak obentonya. Ia tidak berani memanggil Takeshi yang sedang dikerumuni teman laki-lakinya. Bel baru saja berbunyi dan sepertinya mereka akan ke kantin sekolah untuk membeli obento.
Sakura menggeleng keras, “Dia hanya menganggapku teman dari kecil!” Katanya.
“Lalu sekarang kamu mau apakan dua kotak obento ini?” Rei-chan menunjuk kedua kotak itu dengan kesal. “Seharusnya Takeshi-kun ingat kalau dia meminta mu untuk membuatkan obento”
“Permisi, Oda-kun boleh aku bicara” Fuko gadis idola sekolah dari kelas sebelah tiba-tiba muncul di depan pintu kelas Sakura.
Semua anak terdiam dan mata mereka tertuju ke arah Fuko. Sepertinya ia ingin bicara berdua dengan Takeshi. “Nandesuka[11]?” Tanya Takeshi sambil meninggalkan kelas bersama dengan Fuko. Dari wajahnya Sakura dapat melihat Takeshi tersenyum lebar. Langkah kakinya cepat dan bahkan mendahului Fuko berjalan.
Jantung Sakura seakan ingin berhenti berdetak. Ternyata gosip bahwa Fuko akan menyatakan perasaannya pada Takeshi itu benar. Sakura semakin menundukan kepalanya dengan sedih dan hanya bisa memandangi obento buatannya. Rei-chan memandang sahabatnya dengan gemas. Bagaimana Takeshi tahu kalau Sakura menyukainya selama ini, jika temannya yang satu ini hanya diam saja.
“Ayo kita makan di atap sekolah, di sana lebih sepi dan suasananya enak.” Rei-chan menariknya setelah membawa obento milik mereka.
Sakura merasa lebih baik ketika angin kencang berhembus menerpa rambutnya. Setidaknya ia tidak harus mendengar berita heboh bahwa Takeshi menerima pernyataan cinta Fuko. Siapa yang tidak akan menyukai Fuko yang cantik dan manis itu? Seandainya Sakura adalah laki-laki mungkin tanpa pikir panjang ia akan segera menerima Fuko langsung.
Jam istirahat hampir berakhir ketika kedua gadis itu menghabiskan obento mereka. Sakura dan Rei ternyata sudah sangat kekenyangan dengan obento mereka sendiri dan tidak sanggup untuk menghabiskan obento milik Takeshi. Dengan kesal Rei mengocok-ngocok kotaknya keras-keras.
“Dasar laki-laki payah!” Rutuknya
“Berhenti mengocoknya Rei-chan!” Sakura segera meraih kotak itu.
Tanpa sadar keduanya telah sampai di kelas. Dan... tidak ada kehebohan apapun. Semua tampak biasa saja. Seharusnya kelas akan heboh dengan kabar pacarannya kedua idola sekolah itu. Sakura terkejut ketika Takeshi menghadangnya di depan mejanya.
“Kalian berdua dari mana saja?” Tanyanya penasaran.
“Makan siang!” jawab Rei ketus.
“Dokodesuka[12]?” tanyanya
“Di atap” jawab Sakura pelan sambil duduk di bangkunya.
“Hei, aku-“ belum selesai Takeshi bicara Shintani-Sensei telah masuk ke dalam kelas.
Sakura sebenarnya sangat penasaran dengan kata-kata Takeshi yang terputus itu. Apakah ia ingin mengatakan bahwa sekarang ia telah berpacaran dengan Fuko? Sepanjang kelas, ia tidak dapat berkonsentrasi. Dalam keheningan kelas yang sedang mendengarkan penjelasan Shintani-Sensei, Sakura dapat mendengar suara aneh dari perut seseorang.
Kriuk, Kriuk, Kriuk
Sakura agak menoleh kebelakang dan mendapati Takeshi memegangi perutnya yang berbunyi. Sepertinya hanya Sakura yang sadar suara perut Takeshi yang kelaparan. Wajah Takeshi memerah saat Sakura terkikik melihatnya. Ia memelototi Sakura dan menyuruhnya kembali memperhatikan pelajaran.
“Ini salahmu aku kelaparan!” Takeshi mendekatkan kepalanya kedepan dan berbicara dengan suara rendah.
Wajah Sakura memerah, sehingga ia menutupi wajahnya dengan buku Bahasa Inggris yang tebal. “Apa kau belum makan siang?” tanya Sakura.
“Mada Desu[13]” jawab Takeshi dan lagi, perutnya berbunyi.
“Hihihi... Hontou Desuka?[14]” tanya Sakura dengan tawa tertahan mendengar suara perut Takeshi lagi.
“Umino-san, Oda-san jika kalian berniat untuk mengobrol silahkan lanjutkan di koridor saja.”
Keduanya terkejut mendapat teguran tiba-tiba. “Maafkan kami Sensei” kompak keduanya meminta maaf.
“Kau tidak boleh pulang duluan nanti, tunggu aku di sini” Takeshi berbisik sekali lagi sebelum akhirnya keduanya kembali terdiam dengan serius dan mendengarkan pelajaran.
Ketika sekolah usai sekitar jam empat sore anak-anak mulai menuju klub mereka masing-masing. Begitu juga Takeshi yang menuju klub basketnya. Sakura sendiri juga segera menuju klub menjahitnya. Karena kegiatan mereka hari ini tidak terlalu penuh Sakura bisa minta izin untuk keluar duluan. Jarum jam menunjukan hampir pukul lima sore ketika ia kembali ke kelas. Takeshi belum menunjukan batang hidungnya.
Ia duduk di bangkunya sambil memandangi keluar melalui jendela. Di lapangan beberapa anak terlihat mulai meninggalkan sekolah. Sampai dua puluh menit kemudian Takeshi belum datang ke kelas. Apa mungkin ia meninggalkan Sakura sendirian? Sakura kembali menunggu dengan gelisah. Seharusnya kegiatan klub basket sudah selesai beberapa waktu yang lalu.
“Sakura!” suara Takeshi mengagetkan Sakura. Ia terlihat terengah-engah karena habis berlari. Tubuhnya berkeringat dan ia sangat kelelahan. “Syukurlah kamu masih disini,” katanya.
Ia segera menghampiri Sakura dan duduk di hadapannya. “Mana obentoku?” tanyanya dengan polos.
“Eeehhh?” Sakura bingung
“Bukankah kamu janji akan membuatkanku obento? Aku belum makan dari tadi siang dan aku kelaparan sekali. Aku sudah tidak tahan.”
“Ano[15], Takeshi kun... obentonya...” Sakura berkata ragu-ragu. Ia tidak mungkin menyerahkan obento berantakan dan bahkan mungkin sudah dingin dan tidak enak pada Takeshi.
“Sudahlah, mana? Aku lapar sekali! Tabetai desu![16]” ia berkata dengan riang.
Sakura akhirnya mengeluarkan obento yang ia buat. Wajahnya memerah ketika Takeshi melihat isinya yang berantakan. “Kelihatannya lezat! Itadakimasu[17]!” Takeshi tetap memakan obento dingin dan berantakannya dengan lahap. Sakura tidak dapat menahan wajahnya yang memerah dan bahkan ia tidak sanggup menyembunyikan air matanya yang hampir mengalir keluar.
“Takeshi-kun, aku rasa ini yang pertama dan terakhir kalinya aku membuatkan makanan untuk mu” Kata Sakura.
“Kenapa?” Takehsi menghentikan makannya tiba-tiba.
“Aku, aku...” Sakura tidak dapat melanjutkan kalimatnya dan berdiri. Sambil memunggungi Takeshi ia meneruskan kalimatnya dengan tangis yang tertahan. “..Aku tidak ingin mengganggu hubungan Takeshi dan Fuku nanti!” katanya. Tanpa jeda Sakura menarik tasnya dan berusaha berlari meniggalkan Takeshi.
Tapi, kecepatannya kalah dibandingkan dengan Takeshi. Tangan Takeshi telah menangkap pergelangan tangannya dan kini dengan kekuatannya menarik Sakura dalam jangkauan kedua tangannya. Keduanya berdiri berhadapan dengan tangan takeshi menggenggap kedua pergelangan tangan Sakura.
“Apa maksudmu Sakura?” tanyanya.
“Kalian berdua telah berpacaran kan? Pasti tadi Fuko menyakatan perasaannya padamu... aku tahu kalau kau pasti juga menyukainya. Jika di bandingkan Fuko, aku-“
“Berhenti bicara!” Takeshi membentak Sakura. “Fuko adalah Fuko dan Sakura adalah Sakura. Jangan membanding-bandingkan diri kalian! Kalian memiliki kelebihan masing-masing. Tidak akan ada manusia yang sempurna di dunia ini” Takeshi menceramahinya.
“Tapi, Fuko sangat cantik, pasti Takeshi menerimanya.” Air mata Sakura mulai berlinang.
“Siapa yang berhak menentukan pilihanku? Kamu bahkan tidak tahu siapa wanita yang ku sukai. Kenapa memutuskan seenaknya?! Aku tidak menyukai Fuko”
Keduanya terdiam. Hari semakin beranjak sore dan bahkan langit semakin memerah. Takeshi menarik lembut Sakura kedalam pelukannya. Hal ini membuat Sakura terkejut. “Ta, Takeshi?!” Sakura tergagap.
“Diam! Dan dengarkan!” perintahnya “Apa kau tahu, aku selalu berusaha bangun pagi agar bisa berangkat bersamamu. Tapi, aku selalu terlambat. Ketika aku punya motor aku berharap bisa berangkat lebih awal dan menjemputmu, tapi lagi-lagi kebiasaan buruk terlambat bangunku tidak bisa sembuh. Dan, tadi pagi aku sangat senang. Akhirnya aku mendapat kesempatan memboncengkanmu di motorku.”
Sakura mendengarkan perkataan Takeshi dengan seksama. Tapi, karena ia berada dalam pelukan Takeshi, debaran jantung Takeshi yang sangat cepat dapat terdengar dengan jelas. Ketika Sakura mencoba untuk melihat wajahnya, Takeshi segera membenamkan kepala sakura dengan tangannya ke dalam dadanya yang bidang.
“Aku malu, jadi jangan memandangku!” katanya. “Aku tidak bisa berbasa-basi lebih dari ini. Pada intinya aku hanya ingin mengatakan bahwa aku, aku menyukaimu. Suki Desu[18]
Sakura merasa bahwa sekarang bumi sedang berhenti berputar. Ia tidak mampu berkata apa-apa. Hatinya serasa meluap-luap penuh kegembiraan. Tangannya secara refleks memeluk Takeshi lebih erat. Jika Dewa mendengarkan. Tolong hentikan waktu sekarang juga. Ia tidak ingin moment ini berlalu begitu saja.
Tapi tiba-tiba... KRIUUUKKKK
Moment indah itu terhenti karena perut Takeshi yang keroncongan. Akhirnya Takeshi melanjutkan makannya. Sakura terus memandanginya dengan senang. “Takeshi-kun, daisuki desu[19]”. Mendengar perkataan Sakura yang tiba-tiba membuat Takeshi tersedak karena malu. Ia hanya bisa memalingkan wajahnya sambil minum.
Sore itu berjalan lebih lama dari yang pernah Sakura alami dalam hidupnya.. 





[1] Bekal makan siang ala Jepang
[2] Takeshi-kun bodoh!
[3] Selamat pagi
[4] Cepatlah sedikit!
[5] Sepatu khusus yang di gunakan di ruang kelas
[6] Berdiri
[7] Membungkuk
[8] Selamat pagi Bu guru!
[9] Ya!
[10] Saya tahu
[11] Ada apa?
[12] Dimana?
[13] Belum
[14] Benarkah?
[15] Anu...
[16] Aku mau makan!
[17] Selamat makan!
[18] Aku menyukaimu
[19] Aku sangat menyukaimu
[20] Terimakasih banyak, Dewa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar