Aku
telambat.
Berlari-lari
di pagi hari membuat Sakura lelah setengah mati. Sakura belum pernah terlambat
sebelumnya. Ini gara-gara Sakura harus membuat obento[1]
untuk Takeshi-kun. Seharusnya Sakura bangun lebih awal tadi. Takeshi-kun
baaka[2]!.
Lima belas menit lagi sekolah masuk sedangkan Sakura baru akan sampai tiga
puluh menit lagi.
“Tiiinnnn
Tiiinnnn Tiiinnnn!!!” Sebuah motor mengklakson Sakura dari belakang. Dari suara
mesinnya Sakura tau pasti bahwa itu motor Takeshi tetangganya.
Takeshi
menghentikan motornya di depan Sakura dan menyodorkan helm berwarna hitam. “Ohaiyo[3],
Sakura! Butuh tumpangan?”
Mau
tidak mau Sakura menerima ajakan Takeshi. Sakura kira Takeshi sudah berangkat
dari tadi. Sakura masih merasa kesal pada teman sejak kecilnya ini. Seandainya
kemarin dia tidak tiba-tiba bilang bahwa masakannya enak. Dan tidak bilang
bahwa ia juga ingin obento buatan Sakura maka ia tidak akan pernah
bersusah payah seperti ini.
Angin
menerpa keduanya kencang karena Takeshi mengebut. Kebalikan dari Sakura, Takeshi
selalu berangkat terlambat hingga orang tuanya membelikannya motor agar ia bisa
tepat waktu datang ke sekolah. Di sekolah Sakuralah yang menjadi monitor bagi
kedua orang tua Takeshi.
Perjalanan
panjang yang selama ini Sakura tempuh hanya dalam 30 menit kini ia sudah sampai
dalam 10 menit. Ia tidak berhenti berpegang pada Takeshi ketika mereka
mengebut. Begitu sampai di parkiran Sakura segera turun dan berlari.
“Takeshi-kun! Isoide kudasai[4]!”
Sakura berteriak pada Takeshi.
Akhirnya
Takeshi ikut berlari masuk ke dalam sekolah. Keduanya menuju loker sekolah dan
meraih uwabaki[5]
masing-masing. Tepat ketika mereka sampai di pintu kelas bel berbunyi. Nafas
Sakura hampir putus karena berkejaran dengan waktu. Ia duduk di bangkunya dan
meregangkan kakinya yang lelah. Takeshi duduk di belakangnya dengan santai.
“Hebat
juga aku bisa datang tepat waktu!” Katanya.
“Apanya
yang hebat?! Kita hampir terlambat!” Sakura meradang.
Tapi,
dalam hati Sakura ia sangat senang. Ini pertama kalinya Takeshi memberikannya
tumpangan ke sekolah dengan motor barunya. “Aku hanya mengizinkan orang
spesialku untuk menaiki motor baru ini”. Sakura ingat betul kata-kata
Takeshi beberapa waktu lalu itu. Meskipun pagi ini hanya suatu kebetulan belaka
ia tidak perduli asalkan bisa di dekat Takeshi. Sakura tidak bisa bohong bahwa
jantungnya berdetak kencang bukan hanya karena ia lelah, tapi juga karena
Takeshi.
Miyano-Sensei
masuk ke dalam kelas dan membuyarkan lamunannya. Ketua kelas Fujiwara-Kun memberi
aba-aba pada semua murid agar memberikan salam. “Kiritsu[6]!”
Seluruh murid berdiri. “Re[7]”
kemudian mereka membungkuk. “Ohaiyo Gozaimasu! Sensei[8]”
Miyano-Sensei
memulai pelajaran dengan mengabsen seisi kelas. Ketika namanya berhenti di nama
Takeshi Oda ia mengernyitkan keningnya heran. Sakura tahu pasti apa yang ada di
pikiran Miyano-Sensei. Beliau heran bagaimana mungkin Takeshi tidak terlambat
hari ini.
“Hai[9]!
Sensei! Hari ini aku tidak terlambat!” Seakan dapat membaca pikiran
Miyano-Sensei, Takeshi berkata lantang hingga membuat seisi kelas tertawa.
“Shitteimasu[10]!”
jawab Miyano-Sensei pendek.
Miyano-Sensei
mengajar pelajaran Sejarah Jepang. Takeshi tidak penah menyukai pelajaran ini,
ia sulit untuk mengingat tahun dan nama-nama tokoh yang sangat banyak. Sebaliknya
Sakura sangat menyukai pelajaran Sejarah Jepang. Kalau ada pelajaran yang
Takeshi sangat sukai, itu adalah olah raga terutama basket. Ia adalah kapten
tim basket yang sangat keren.
Tidak
ada murid-murid di sekolah yang tidak mengenal Takeshi. Ia tampan dan keren.
Prestasi terbaiknya dicapai ketika tahun lalu di kelas dua SMA dia membawa tim
basketnya menjuarai kejuaraan basket nasional antar SMA. Berada di dekat
Takeshi sebagai teman dari kecilnya sebenarnya membuat Sakura sangat minder.
Sakura
hanya siswi biasa-biasa saja, dengan wajah pas-pasan menurutnya sendiri. Ia
tidak pandai olah raga juga tidak terlalu menonjol di luar kelas selain
prestasinya. Ia puas harus dikatai oleh teman-teman perempuannya sebagai kutu
buku. Di kelas, satu-satunya sahabatnya adalah Rei-Chan.
“Seharusnya
kamu akui saja perasaanmu itu pada Takeshi!” Rei-chan menasihati Sakura ketika
istirahat siang.
Sakura
sedang memandangi dua kotak obentonya. Ia tidak berani memanggil Takeshi yang
sedang dikerumuni teman laki-lakinya. Bel baru saja berbunyi dan sepertinya
mereka akan ke kantin sekolah untuk membeli obento.
Sakura
menggeleng keras, “Dia hanya menganggapku teman dari kecil!” Katanya.
“Lalu
sekarang kamu mau apakan dua kotak obento ini?” Rei-chan menunjuk kedua kotak
itu dengan kesal. “Seharusnya Takeshi-kun ingat kalau dia meminta mu untuk
membuatkan obento”
“Permisi,
Oda-kun boleh aku bicara” Fuko gadis idola sekolah dari kelas sebelah tiba-tiba
muncul di depan pintu kelas Sakura.
Semua
anak terdiam dan mata mereka tertuju ke arah Fuko. Sepertinya ia ingin bicara
berdua dengan Takeshi. “Nandesuka[11]?”
Tanya Takeshi sambil meninggalkan kelas bersama dengan Fuko. Dari wajahnya
Sakura dapat melihat Takeshi tersenyum lebar. Langkah kakinya cepat dan bahkan
mendahului Fuko berjalan.
Jantung
Sakura seakan ingin berhenti berdetak. Ternyata gosip bahwa Fuko akan
menyatakan perasaannya pada Takeshi itu benar. Sakura semakin menundukan
kepalanya dengan sedih dan hanya bisa memandangi obento buatannya. Rei-chan
memandang sahabatnya dengan gemas. Bagaimana Takeshi tahu kalau Sakura
menyukainya selama ini, jika temannya yang satu ini hanya diam saja.
“Ayo
kita makan di atap sekolah, di sana lebih sepi dan suasananya enak.” Rei-chan
menariknya setelah membawa obento milik mereka.
Sakura
merasa lebih baik ketika angin kencang berhembus menerpa rambutnya. Setidaknya
ia tidak harus mendengar berita heboh bahwa Takeshi menerima pernyataan cinta
Fuko. Siapa yang tidak akan menyukai Fuko yang cantik dan manis itu? Seandainya
Sakura adalah laki-laki mungkin tanpa pikir panjang ia akan segera menerima
Fuko langsung.
Jam
istirahat hampir berakhir ketika kedua gadis itu menghabiskan obento mereka.
Sakura dan Rei ternyata sudah sangat kekenyangan dengan obento mereka sendiri
dan tidak sanggup untuk menghabiskan obento milik Takeshi. Dengan kesal Rei
mengocok-ngocok kotaknya keras-keras.
“Dasar
laki-laki payah!” Rutuknya
“Berhenti
mengocoknya Rei-chan!” Sakura segera meraih kotak itu.
Tanpa
sadar keduanya telah sampai di kelas. Dan... tidak ada kehebohan apapun. Semua
tampak biasa saja. Seharusnya kelas akan heboh dengan kabar pacarannya kedua
idola sekolah itu. Sakura terkejut ketika Takeshi menghadangnya di depan
mejanya.
“Kalian
berdua dari mana saja?” Tanyanya penasaran.
“Makan
siang!” jawab Rei ketus.
“Dokodesuka[12]?”
tanyanya
“Di
atap” jawab Sakura pelan sambil duduk di bangkunya.
“Hei,
aku-“ belum selesai Takeshi bicara Shintani-Sensei telah masuk ke dalam kelas.
Sakura
sebenarnya sangat penasaran dengan kata-kata Takeshi yang terputus itu. Apakah
ia ingin mengatakan bahwa sekarang ia telah berpacaran dengan Fuko? Sepanjang
kelas, ia tidak dapat berkonsentrasi. Dalam keheningan kelas yang sedang
mendengarkan penjelasan Shintani-Sensei, Sakura dapat mendengar suara aneh dari
perut seseorang.
Kriuk,
Kriuk, Kriuk
Sakura
agak menoleh kebelakang dan mendapati Takeshi memegangi perutnya yang berbunyi.
Sepertinya hanya Sakura yang sadar suara perut Takeshi yang kelaparan. Wajah
Takeshi memerah saat Sakura terkikik melihatnya. Ia memelototi Sakura dan
menyuruhnya kembali memperhatikan pelajaran.
“Ini
salahmu aku kelaparan!” Takeshi mendekatkan kepalanya kedepan dan berbicara
dengan suara rendah.
Wajah
Sakura memerah, sehingga ia menutupi wajahnya dengan buku Bahasa Inggris yang
tebal. “Apa kau belum makan siang?” tanya Sakura.
“Mada
Desu[13]”
jawab Takeshi dan lagi, perutnya berbunyi.
“Hihihi...
Hontou Desuka?[14]”
tanya Sakura dengan tawa tertahan mendengar suara perut Takeshi lagi.
“Umino-san,
Oda-san jika kalian berniat untuk mengobrol silahkan lanjutkan di koridor
saja.”
Keduanya
terkejut mendapat teguran tiba-tiba. “Maafkan kami Sensei” kompak keduanya
meminta maaf.
“Kau
tidak boleh pulang duluan nanti, tunggu aku di sini” Takeshi berbisik sekali
lagi sebelum akhirnya keduanya kembali terdiam dengan serius dan mendengarkan
pelajaran.
Ketika
sekolah usai sekitar jam empat sore anak-anak mulai menuju klub mereka
masing-masing. Begitu juga Takeshi yang menuju klub basketnya. Sakura sendiri
juga segera menuju klub menjahitnya. Karena kegiatan mereka hari ini tidak
terlalu penuh Sakura bisa minta izin untuk keluar duluan. Jarum jam menunjukan
hampir pukul lima sore ketika ia kembali ke kelas. Takeshi belum menunjukan
batang hidungnya.
Ia
duduk di bangkunya sambil memandangi keluar melalui jendela. Di lapangan
beberapa anak terlihat mulai meninggalkan sekolah. Sampai dua puluh menit
kemudian Takeshi belum datang ke kelas. Apa mungkin ia meninggalkan Sakura
sendirian? Sakura kembali menunggu dengan gelisah. Seharusnya kegiatan klub
basket sudah selesai beberapa waktu yang lalu.
“Sakura!”
suara Takeshi mengagetkan Sakura. Ia terlihat terengah-engah karena habis
berlari. Tubuhnya berkeringat dan ia sangat kelelahan. “Syukurlah kamu masih
disini,” katanya.
Ia
segera menghampiri Sakura dan duduk di hadapannya. “Mana obentoku?” tanyanya
dengan polos.
“Eeehhh?”
Sakura bingung
“Bukankah
kamu janji akan membuatkanku obento? Aku belum makan dari tadi siang dan aku
kelaparan sekali. Aku sudah tidak tahan.”
“Ano[15],
Takeshi kun... obentonya...” Sakura berkata ragu-ragu. Ia tidak mungkin
menyerahkan obento berantakan dan bahkan mungkin sudah dingin dan tidak enak
pada Takeshi.
“Sudahlah,
mana? Aku lapar sekali! Tabetai desu![16]”
ia berkata dengan riang.
Sakura
akhirnya mengeluarkan obento yang ia buat. Wajahnya memerah ketika Takeshi
melihat isinya yang berantakan. “Kelihatannya lezat! Itadakimasu[17]!”
Takeshi tetap memakan obento dingin dan berantakannya dengan lahap. Sakura
tidak dapat menahan wajahnya yang memerah dan bahkan ia tidak sanggup
menyembunyikan air matanya yang hampir mengalir keluar.
“Takeshi-kun,
aku rasa ini yang pertama dan terakhir kalinya aku membuatkan makanan untuk mu”
Kata Sakura.
“Kenapa?”
Takehsi menghentikan makannya tiba-tiba.
“Aku,
aku...” Sakura tidak dapat melanjutkan kalimatnya dan berdiri. Sambil
memunggungi Takeshi ia meneruskan kalimatnya dengan tangis yang tertahan.
“..Aku tidak ingin mengganggu hubungan Takeshi dan Fuku nanti!” katanya. Tanpa
jeda Sakura menarik tasnya dan berusaha berlari meniggalkan Takeshi.
Tapi,
kecepatannya kalah dibandingkan dengan Takeshi. Tangan Takeshi telah menangkap
pergelangan tangannya dan kini dengan kekuatannya menarik Sakura dalam
jangkauan kedua tangannya. Keduanya berdiri berhadapan dengan tangan takeshi
menggenggap kedua pergelangan tangan Sakura.
“Apa
maksudmu Sakura?” tanyanya.
“Kalian
berdua telah berpacaran kan? Pasti tadi Fuko menyakatan perasaannya padamu...
aku tahu kalau kau pasti juga menyukainya. Jika di bandingkan Fuko, aku-“
“Berhenti
bicara!” Takeshi membentak Sakura. “Fuko adalah Fuko dan Sakura adalah Sakura.
Jangan membanding-bandingkan diri kalian! Kalian memiliki kelebihan
masing-masing. Tidak akan ada manusia yang sempurna di dunia ini” Takeshi
menceramahinya.
“Tapi,
Fuko sangat cantik, pasti Takeshi menerimanya.” Air mata Sakura mulai
berlinang.
“Siapa
yang berhak menentukan pilihanku? Kamu bahkan tidak tahu siapa wanita yang ku
sukai. Kenapa memutuskan seenaknya?! Aku tidak menyukai Fuko”
Keduanya
terdiam. Hari semakin beranjak sore dan bahkan langit semakin memerah. Takeshi
menarik lembut Sakura kedalam pelukannya. Hal ini membuat Sakura terkejut. “Ta,
Takeshi?!” Sakura tergagap.
“Diam!
Dan dengarkan!” perintahnya “Apa kau tahu, aku selalu berusaha bangun pagi agar
bisa berangkat bersamamu. Tapi, aku selalu terlambat. Ketika aku punya motor
aku berharap bisa berangkat lebih awal dan menjemputmu, tapi lagi-lagi
kebiasaan buruk terlambat bangunku tidak bisa sembuh. Dan, tadi pagi aku sangat
senang. Akhirnya aku mendapat kesempatan memboncengkanmu di motorku.”
Sakura
mendengarkan perkataan Takeshi dengan seksama. Tapi, karena ia berada dalam
pelukan Takeshi, debaran jantung Takeshi yang sangat cepat dapat terdengar
dengan jelas. Ketika Sakura mencoba untuk melihat wajahnya, Takeshi segera
membenamkan kepala sakura dengan tangannya ke dalam dadanya yang bidang.
“Aku
malu, jadi jangan memandangku!” katanya. “Aku tidak bisa berbasa-basi lebih
dari ini. Pada intinya aku hanya ingin mengatakan bahwa aku, aku menyukaimu. Suki
Desu[18]”
Sakura
merasa bahwa sekarang bumi sedang berhenti berputar. Ia tidak mampu berkata
apa-apa. Hatinya serasa meluap-luap penuh kegembiraan. Tangannya secara refleks
memeluk Takeshi lebih erat. Jika Dewa mendengarkan. Tolong hentikan waktu
sekarang juga. Ia tidak ingin moment ini berlalu begitu saja.
Tapi
tiba-tiba... KRIUUUKKKK
Moment
indah itu terhenti karena perut Takeshi yang keroncongan. Akhirnya Takeshi
melanjutkan makannya. Sakura terus memandanginya dengan senang. “Takeshi-kun,
daisuki desu[19]”.
Mendengar perkataan Sakura yang tiba-tiba membuat Takeshi tersedak karena malu.
Ia hanya bisa memalingkan wajahnya sambil minum.
Sore
itu berjalan lebih lama dari yang pernah Sakura alami dalam hidupnya..
[1] Bekal makan siang ala
Jepang
[2] Takeshi-kun bodoh!
[3] Selamat pagi
[4] Cepatlah sedikit!
[5] Sepatu khusus yang di
gunakan di ruang kelas
[6] Berdiri
[7] Membungkuk
[8] Selamat pagi Bu guru!
[9] Ya!
[10] Saya tahu
[11] Ada apa?
[12] Dimana?
[13] Belum
[14] Benarkah?
[15] Anu...
[16] Aku mau makan!
[17] Selamat makan!
[18] Aku menyukaimu
[19] Aku sangat menyukaimu
[20] Terimakasih banyak, Dewa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar