Kamis, 19 Februari 2015

Misteri Laki-Laki Hujan

Pagi ini kawasan puncak Bogor kembali di guyur hujan. Dan lagi-lagi, aku melihat bayangan laki-laki yang sama seusai hujan. Dia memakai pakain tidur berwarna abu-abu. Rambutnya pendek berantakan dan wajahnya pucat seperti mayat. Tapi matanya memandang tajam kearahku. Siapa? Padahal pagar Villa kami masih terkunci.
“Kakak” aku memanggil kakak lelakiku tanpa menoleh dan masih memperhatikan lelaki itu.
“Hemm?”
“Coba sini deh, ada orang aneh di depan Villa kita” aku melambaikan tangannku memanggilnya.
“Apaan sih Dek? Jangan ngigo seperti kemarin lagi loh!”
“Enggak kak, cepet sini!”
Aku bisa mendengar suara langkah kakakku mendekat dari arah sofa. Mataku masih memandang lekat kearah laki-laki itu yang kini menunjuk kearah sebelah kanan Villa kami. Bibirnya bergerak-gerak mengatakan sesuatu tapi aku tidak bisa mendengarnya.
“Prang!” aku terkejut mendengar suara benda jatuh dan segera menoleh.
Kak Bima ternyata tak sengaja menjatuhkan asbak besi yang ia pegang dan membuat abu rokoknya jatuh berceceran. Dengan segera ku balikkan kepalaku lagi ke luar tapi, laki-laki itu sudah tidak ada.
Hantu?!
Sudah dua hari ini aku melihat bayangan laki-laki itu di depan Villaku. Ia selalu menunjuk kearah yang sama dan menggerakkan bibirnya dengan kalimat yang sama. Dan, setiap aku memanggil orang lain laki-laki itu selalu menghilang. Apa lagi kalau bukan hantu?! Seketika bulu kudukku merinding dan hawa dingin menyerangku.
“Bereskan sendiri loh!” akhirnya aku meluncur pergi dari dekat jendela meninggalkan kakakku yang sedang membereskan lantai.
“Hei Sar, bagaimana dengan laki-laki itu?”
“Tidak ada! Aku salah lihat. Ternyata itu Mang Ujang” jawabku asal.
Sorenya kutemani Ibu untuk belanja sayuran. Kami berjalan dibawah satu payung yang sama menuju warung sayur yang letaknya tidak jauh dari Villa. Setelah keluar pagar kami menuju kearah kanan dan menanjak sedikit.
Aku jadi teringat dengan tangan lelaki itu yang menunjuk ke arah sebelah kanan Villa kami. Setahuku, sebelah kanan Villa ku adalah rumah Mang Ujang penjaga Villa. Lalu, ada sebuah Villa lain. Villa dengan interior kayu yang indah. Villa itu baru dibangun dua tahun ini. Kata Mang Ujang yang punya adalah pengusaha kayu yang sukses di Jakarta.
Entah kenapa, tapi bulu leherku kembali meremang dan mataku sangat ingin memandang terus kearah pagar Villa kayu itu. Didepan pagarnya dapat kulihat bahwa nama Villa itu adalah Goldenwood. Dari sela-sela pagarnya aku melihatnya lagi, laki-laki itu.
Kakiku jadi gemetar dan tubuhku lemas seketika.
Laki-laki itu menunjuk kearah dalam Villanya. Aku ingin mengabaikannya tapi, mataku terus menatap laki-laki itu. Tanganku gemetar memgang gagang payung hingga hampir jatuh.
“Kamu kenapa nak?” Ibu segera memegangi tanganku.
Aku menggeleng lemah. “Aku mau pulang bu, tidak enak badan. Ibu teruskan saja belanja”
Aku menembus rintik hujan kecil-kecil berlari menuju Villa. Ayah dan kakak yang melihatku terburu-baru masuk kekamar merasa aneh. Ku tarik selimut dan segera mengubur diriku dibaliknya. Tidak! Pengalaman ini terlalu seram untuk jadi kenyataan. Ini bukan kenyataan, ini hanya halusinasi. Halusinasi! Cuma halusinasi!
Tunggu dulu, kalau dia hantu…. Dia tidak akan muncul disiang harikan?
Lalu dia itu apa?
Ku tatap atap Villa Goldenwood yang terlihat dari rumah Mang Ujang. Hari beranjak senja, tapi kuberanikan diri untuk datang ke rumah Mang Ujang. Ku pikir seandainya aku bertanya setidaknya dia pasti tahu mengenai Villa misterius dan pemiliknya itu.
"Villa itu kosong neng," mang Ujang menggaruk-garuk kepalanya tidak yakin.
“Siapa yang suka jaga Villa itu Mang?” tanyaku.
“Biasanya Mang Asep yang suka jaga. Isterinya yang bersih-bersih. Rumahnya ada di ujung jalan. Tapi sudah beberapa hari ini dia menghilang dari desa."
"Kemana?"
Mang ujang haya menggeleng menjawab pertanyaanku. Tapi ini menegaskan bahwa tidak ada satu orangpun di dalam villa itu.
Cetar!
Tiba-tiba terdengar bunyi petir sangat keras. Sepertinya malam mini akan hujan. Padahal biasanya hujan selalu datang dini hari.
Gluduk Gluduk
Kenapa suasananya jadi seram begini sih? Lebih baik aku tidur cepat saja. Kalau hujan begini aku jadi teringat semua adegan-adegan di film-film horor yang pernah kutonton. Baru-baru ini aku menonton ulang film Silent Hill. Jika dipikir-pikir ini kan juga merupakan kawasan perbukitan yang penuh Villa-Villa besar tak berpenghuni kecuali saat musim liburan.
Aku pikir malam ini aku akan tidur dengan nyenyak tanpa terbangun. Mengingat suasana saat hujan menciptakan hawa lembab dan dingin yang membuat aku semakin mengantuk. Tapi sekitar pukul tiga pagi aku terbangun. Atau mungkin hanya setengah terbangun aku sendiri tidak yakin.
Mataku hanya terbuka setengahnya jadi penglihatanku sedikit kabur karena bulu mataku. Hal lain yang kusadari adalah bahwa hujan telah berhenti. Dan disana, di ujung tempat tidurku aku melihat laki-laki itu. Dia menunjukan jarinya lurus kedepan, kearah Villanya jika dari kamarku. Dan akhirnya aku mendengar apa yang ingin ia katakana. “Tolong aku"
Aku ketakutan dan berusaha memejamkan mataku. Tapi meski dengan mata terpejam aku masih bisa merasakan kehadirannya yang membuatku takut setengah mati. Aku menggigil di bawah selimut hangatku dan jantungku terus berdetak kencang. Kembali aku mendengar suara laki-laki.
“Sarah! Bangun! Bangun!”
Seketika aku benar-benar membuka mata. Jendela kamarku telah terbuka lebar dan matahari pagi akhirnya bersinar cerah setelah beberapa hari kami di rundung mendung. Kak Bima menarik selimutku dengan kasar dan mencipratkan air ke wajahku.
“Ayo lari pagi!” Kak Bima melempar pakaian olah raga yang kusimpan di koper.
Aku terdiam memikirkan kejadian semalam. Apakah itu hanya mimpi semata atau suatu kenyataan?.
“Kakak, ayo kita ke Villa Goldenwood.”
Kak Bima mengerutkan dahinya, bingung. “Buat apa?”
Aku menatap mata Kak Bima, "Apa kakak takut pada hantu?"
Seketika itu juga ia mencubit pipiku, "Jangan bertanya hal yang bukan-bukan". Ia meninggalkan kamarku tanpa mendengar penjelasan apa-apa.
Aku membujuk kakak untuk datang ke Villa dengan segenap usahaku. Aku penasaran. Dengan ditemani Mang Ujang kami memencet bell Villa Goldenwood. Tapi, tidak ada respon.
Aku mendekat kearah pengait pagar dan terkejut.“Kak, pintunya tidak dikunci!”
“Aneh” gumam Kak Bima. “Ya sudah ayo masuk”
Kami bertiga beriringan masuk kedalam pekarangan Villa. Sayangnya pemandangan selanjutnya lebih mengejutkan, pintu Villa sama sekali tidak terkunci dan justru terbuka lebar. Teras Villa terlihat kotor seperti sudah beberapa hari tidak dibersihkan. Jika ada seseorang di dalam Villa pasti dia akan membersihkan Villa ini kan?
Kak Bima masuk kedalam sambil menggosok2 kedualengannya. “Sebenarnya apa yang kita cari sih?"
Sepi. Tidak ada jawaban maupun tanda-tanda seseorang. Lalu kenapa pintu rumah dibiarkan terbuka?. “Mang Ujang, tolong telepon polisi ya. Saya takut ada pencuri yang masuk kedalam semalam.” Kata kak Bima.
“Baik tuan” Mang Ujang segera meraih telepon genggamnya dan menelepon polisi.
Entah kenapa firasatku sangat kuat untuk mendatangi kamar Villa ini. pasti ada sesuatu yang terjadi. “Ayo kita cari tanda-tanda sesuatu apa saja. Kakak kearah dapur aku akan kearah kamar utama dan kamar tamu”
Aku takut, iya benar. Takut hantu. Tapi tidak mungkin hantu akan muncul di pagi hari seperti ini. Jadi dengan penuh keberanian ku buka kamar utama Villa ini yang tadi sudah ditunjukan oleh mang Ujang. Kamar utama itu terlihat bersih tapi tempat tidurnya berantakan. Sepertinya ada yang tidur disini semalam. Tapi, siapa? Jadi aku melangkah lebih jauh kearah lemari. Dan disitulah aku melihat tubuh laki-laki misterius yang selalu menghantuiku. Dia terbujur dilantai dengan wajah yang sangat pucat.
Deg. Jantungku seperti berhenti.
“Kyaaaaaaaaaaa” hanya itu satu-satunya respon yang bisa ku katakan.
Beberapa saat kemudian Polisi datang. Mereka mengatakan bahwa laki-laki itu koma. Jika kami terlambat menemukannya ada kemungkinan ia akan mati. Ia menderita satu pukulan dibagian kepalanya dan beberapa lebam lain di tubuhnya. Lalu, mobil dan beberapa barang berharga dirumah itu telah hilang. Dan tersangka utama yang mereka curigai adalah dua pembantu di Vila itu, Asep dan isterinya. Syukur keluarga laki-laki itu cepat datang. Mereka terlihat shock dan sedih.
Sore itu seusai hujan rintik-rintik aku dipanggil ke kantor polisi untuk memberikan keterangan. Kak Bima menemaniku dan berkali-kali mengingatkanku untuk tidak bercerita hal yang sebenarnya bahwa aku melihat hantu. Aku tahu, hal ini juga terjadi secara tiba-tiba padaku. Tapi, manusia bisa berubah. Kak Bima tidak sadar bahwa dia yang awalnya tidak percaya pada hantu kini mempercayainya setelah kejadian ini.
"Bagaimana anda tahu bahwa dirumah itu ada laki-laki itu?" Tanya Pak polisi saat meminta keterangan dariku.
Aku terdiam dan memandang polisi muda dihadapanku. Setelah mengambil nafas panjang aku pun bertanya dengan penuh keyakinan

"Apa anda percaya hantu?"