Jumat, 03 Agustus 2012

Pilihan Hati


Randi memandangi tunangannya Clara yang ada di hadapannya. Ia sangat bahagia memiliki Clara, mencintai Clara tapi kenapa bayangan wajah Rena kembali muncul menghantui pikirannya. kedua wanita dihadapannya ini berbeda jauh. Clara tunangannya sangat manis, lembut dan rapuh. Sedangkan Rena adalah wanita yang ceria, perhatian dan kuat.
Randi terdiam cukup lama memandangi steaknya. Ia dan Clara sudah pacaran hampir selama lima tahun. Tapi kenapa kini tiba-tiba hatinya mulai berubah.
~~~###~~~
Udara tercekat di tenggorokannku, membuatnya terasa sakit seperti di tusuk-tusk. Sedetik kemudian dadaku yang terasa sakit dan air mataku menggenang pelupuk mataku. Ekspresi wajahku tak terlihat akibat gelap yang menyelubungi seluruh ruangan. Satu-satunya cahaya yang ada adalah dari layar putih besar di hadapan seratusan penonton yang memantulkan film.
“Aku mau ke toilet” bisikku pada Febi di sisi kananku.
“Ok. Perlu diantar?” tanyanya
“Ngak usah, nanti kamu ketinggalan ceritanya.”
Aku berjalan menyusuri tangga yang menurun di tengah-tengah deretan kursi-kursi lalu langsung keluar melalui pintu exit. Setelah menyusuri sedikit lorong sepi aku sampai kembali di bagian tengah mall yang megah.
Ya, sebenarnya aku tidak ingin ke toilet. Aku hanya tidak ingin menonton film itu. Bagian awalnya saja sudah menyebalkan. Rasanya menonton film itu seperti sedang mengejek diriku sendiri. dengan langkah gontai aku menuju food court. Memesan sebuah minuman dan duduk sendirian.
Selama lima belas menit, aku hanya terdiam tanpa memikirkan apa-apa sambil memandangi orang-orang yang sedang duduk dan berlalulalang. Sampai febi menelponku dan menghancurkan keheninganku.
“Kamu dimana?”tanyanya. Suara film masih terdengar dari ujung handphonenya
“Aku di toilet, Feb. Ngantri” jawabku berbohong
“Cepat kembali ya. Filmnya sedang seru-serunya”
Setelah menerima telpon febi, hanphone di tanganku terasa berat. Maaf, aku tidak berniat kembali kedalam untuk menonton film itu Feb. Film itu mengingatkan sesuatu yang telah kukubur jauh-jauh dalam hatiku. Dan aku takut melihat akhir dari film itu, pasti Randi akhirnya akan memilih Rena dan meninggalkan Clara. Film Indonesia kan mudah di tebak.
Kupandangi layar handphone yang wallpapernya fotoku dan Kak Fatih. Foto ini di ambil sekitar dua bulan yang lalu di taman kota. Ia mengajakku jalan-jalan untuk merefresh pikiranku yang sedang penat-penatnya mengikuti bimbel dalam menghadapi UAS kelas 3 SMA nanti.
Seharusnya di taman merupakan saat-saat yang indah antara aku dan dia jika saja Kak Dewi tidak menelponnya.
“Kata Dewi anak-anak lagi kumpul di cafe biasa, bagaimana kalau kita ke sana. Nanti kuperkenalkan sama teman-temanku disana. Ya?.”
Ia terlihat antusias sekali sore itu ingin memperkenalkanku pada teman-teman kampusnya sebagai pacarnya. Meskipun sebenarnya aku hanya ingin menghabiskan sore yang pendek itu berdua dengannya. melihatnya seperti itu meluluhkan hatiku.
“Ya” jawabku singkat
Dan tiga puluh menit kemudian aku sudah duduk bersama teman-temannya di sebuah cafe. Kami semua berjumlah enam orang dan yang perempuan hanya aku dan Kak Dewi. Kata Kak Dewi sebenarnya ada anak-anak perempuan lain. Tapi mereka tidak bisa datang sore ini.
Ketiga laki-laki teman Kak Fatih adalah, Farhan, Deni dan Robi. Mereka orang-orang yang ramah dan humoris. Awalnya mereka bertiga meledek Kak Fatih karena dikira dia membawa adiknya. “Enak saja adik, ini Sandra pacarku” jawab Kak Fatih bangga.
“Fatih ternyata misterius ya” kata Kak Farhan
“Misterius bagaimana kak?” tanyaku bingung
“Gak terlihat celahnya, susah di tebak. Kukira dia tipe orang yang gak akan pacaran.” Jelasnya.
“Gw sih gak sependapat sama lo, Han. Yang gak akan pacaran sih elo. Sampe sekarang masih aja ngejomlo” ledek Kak Deni
“Jangan ngeledek Den, kamu sendiri belum punya pacar” Kak Dewi membela Kak Fatih
“Hahahaha, ku kira Dewi yang selama ini pacaran sama Fatih loh, habis kalian deket banget sih” celetuk Kak Robi. Dan semua tertawa menanggapi lelucon itu.
Aku hanya tersenyum mendengar candaan dari Kak Robi. Kak Fatih dan Kak Dewi memang dekat karena mereka dulu sekelas. Tapi kenapa Kak Fatih terlihat serius menganggapi candaan itu. Ia meninju bahu Kak Robi dengan keras.
“Sembarangan lo!” kata Kak Fatih dengan senyuman yang kaku.
Ku alihkan tatapanku pada Kak Dewi. Ia tersenyum kikuk tidak enak dan bahkan tidak berani menatapku. Inikan Cuma candaan kenapa mereka menaggapinya dengan serius begitu sih? Ini Cuma bercanda kan? Ku tatap lagi Kak Fatih mencari jawaban atas pertanyaan dalam hatiku itu. Tapi Kak Fatih hanya diam saja dan tersenyum padaku sambil mengelus kepalaku.
Dia menyayangiku.
Aku tahu itu. Dia tidak mungkin menghianatiku.
Dan memang dia tidak menghianatiku. Karena setelah pertemuan itu kasih sayangnya kepadaku bahkan semakin bertambah. Ia selalu datang kerumahku untuk membantuku belajar menghadapi ujian. Membawakan soal-soalnya untuk ku pelajari. Dia selalu perhatian padaku.
Untuk itulah aku menutup mata.
Aku menutup mataku, padahal aku tahu ia selalu melihat sms dari Kak Dewi dengan wajah yang sedih meski sms itu hanya sms basa-basi. Aku selalu mengecek inboxnya dan sms dari Kak Dewi sangat sedikit. Aku bisa melihatnya sangat antusias ketika membicarakan kebaikan Kak Dewi yang tidak sengaja terangkat dalam pembicaraan kami. Aku berlagak baik-baik saja ketika saat ku telpon ia sedang bersama Kak Dewi.
Aku menutup mataku dari kecurigaan-kecurigaan kecilku yang tidak beralasan. Selama Kak Fatih tidak mengatakan apa-apa padaku, maka aku akan terus mempercayainya. Semua kecurigaanku adalah hal-hal yang tidak beralasan.
Kemudian lamunanku terhenti akibat bunyi handphoneku lagi. Febi kembali menelpon. Ia marah-marah padaku karena tak kunjung kembali dan filmnya sudah habis. Dengan kesal ia bertanya aku sedang ada di mana. Tak sampai sepuluh menit setelah telponnya ia sudah ada di hadapanku.
“ Kamu kenapa sih?” tanyanya “kan aku sendirian di dalam”
“Maaf ya, aku males banget nontonnya”
“Padahal filmnya kan bagus, agak-agak melankolis sih. Tokoh utamanya terlalu egois.” Umpat Febi
Aku terkejut mendengar komentar febi tentang tokoh “Clara” bagai mana bisa Clara di sebut egois. Kalau akhirnya randi memilih Rena. Berarti dia tidak egois kan. “Kenapa Clara egois?” tanyaku
            “Ya, masa dia udah sadar kalau Randi suka sama Rena. Tapi ia pura-pura ngak tahu. Dia tetap ingin memiliki Randi.”
“Jadi Randi menikah dengan Clara?” tanyaku terkejut.
“Ya, Randi tetap menikah sama dan Clara dan Rena memilih tinggal di luar negeri. Randinya juga sih plinplan ga bisa milih. Akhirnya malah nyakitin hari kedua cewek itu”
Kenapa Randi disebut plinplan, kenapa akhirnya dia justru menyakiti kedua cewek itu. bukannya dia sudah memilih dengan Clara. 
Febi melanjutkan ceritanya “Dia memilih Clara jadi istrinya, tapi sepanjang hidupnya Randi terus mencintai Rena yang gak pernah ia temui lagi. Bodohnya lagi si Clara tetap pura-pura gak tau dan menjalani pernikahan mereka seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Kamu tahu apa yang di katakan Clara? “
Aku menggeleng perlahan.
“Tidak apa-apa Randi tidak lagi mencintainya asalkan Randi selalu ada di sisinya dan ia bisa terus melayani Randi sebagai istrinya itu sudah cukup.”
Dadaku sakit.
Mendengar cerita dari Febi mengenai film itu. Aku mengerti benar keadaan Clara. Aku seperti Clara. Karena itulah aku takut menonton film itu. Aku takut tersakiti dan aku takut kehilangan Kak Fatih. Aku menyadari perubahan hati Kak Fatih yang dengan segenap hati ku ingkari. Seperti Clara yang pura-pura buta terhadap tunangannya.
Aku dengan keegoisanku sendiri sengaja menunjukan cinta yang besar pada Kak fatih agar dia tahu bahwa tak ada orang lain lagi yang bisa mencintainya selain aku. Agar dia terikat pada ku. Agar hatinya kembali padaku.
Disisi lain mungkin Kak Fatih juga masih mencintaiku, karena itu ia berusaha mengubur jauh-jauh perasaan itu dan merasa bersalah padaku seperti Randi yang merasa bersalah pada Clara. Dan Kak Dewi yang juga mengenalku merasa bersalah dan tidak enak pada ku. Ia juga berusaha menjauhi Kak Fatih dan menahan perasaannya.
Tanpa terasa air mataku mengalir.
“Kamu kenapa Sandra?” Tanya Febi cemas, “Sakit?”
Aku menggelengkan kepalaku, “Feb, Aku mau bertemu Kak Fatih saat ini juga. Kamu tidak apa-apa kan pulang sendiri?” tanyaku
“Engg... ya tidak apa – apa sih. Tapi kamu yakin tidak apa-apa?”
“Ya, aku hanya baru saja menyadari bahwa aku telah bersikap egois dan kekanak-kanakan.”
“Hah?” Febi terlihat bingung dengan kata-kataku.
Wajah Febi masih tampak kebingungan ketika akhirnya dia pulang setelah Kak Fatih datang satu jam kemudian. Dia tahu sesuatu telah terjadi padaku dan aku belum siap bercerita padanya. Kak Fatih membeli dua tiket film yang sama seperti film yang aku tonton dengan Febi tadi atas permintaanku.
Kami menonton dengan saling diam. Dan kali ini aku benar-benar menonton dengan seksama. Melihat apa kesalahan terbesar yang telah dilakukan oleh Clara. Aku tidak tahu apa ekspresi Kak Fatih saat menonton film ini. Kemudian di akhir film Clara yang ceritanya sudah tua berbisik pada dirinya sendiri di depan makam Randi “selama ini aku telah merawat mawar yang telah lama layu, Randi” dan film pun berakhir.
            Kami berdua berjalan bergandengan tangan dan duduk salah satu bangku di dalam mall yang di gunakan untuk para pengunjung beristirahat sejenak. Aku memandang wajahnya yang tetap terlihat ceria. Dia memang tampan, tak ada siapapun yang dapat menyangkalnya. Semua wanita yang berpapasan dengan kami pasti selalu memandang kearah wajahnya selama sepersekian detik dan kemudian sadar bahwa ada aku disampingnya sebagai pacarnya.
“Kakak tahu kenapa film itu dinamakan Mawar Layu?” tanyaku
“Kenapa? Kakak tidak terlalu memperhatikan filmnya tadi.” Ia membuang wajahnya dari tatapanku. Dia bohong kalau sudah bersikap seperti itu.
“Mawar adalah lambang cinta, dan Clara pada akhirnya setelah Randi meninggal baru menyadari bahwa ia telah bersikap egois dan telah menahan Randi untuk bersamanya meskipun ia tahu bahwa mawar cinta Randi untuknya telah layu sebelum mereka menikah” aku menerangkan. “Itulah kesalahan terbesar Clara, dan aku tidak ingin seperti Clara” lanjutku
Kak Fatih kembali menatapku dengan tersenyum, “Kamu melankolis banget, kamu tadi sama Febi sudah makan belum? Kalau belum kita makan yuk?” katanya seraya berdiri.
“Aku ingin bicara sesuatu yang serius sama kakak” tanganku menahan tangannya saat ia ingin berdiri.
~~~###~~~
Keesokan harinya di sekolah Febi langsung menyambutku ketika aku sampai di kelas. Ia mencemaskan keadaanku. Apakah aku bertengkar dengan Kak fatih, atau aku sakit.
“Meski kamu menutupi mata kamu dengan kaca mata aku bisa melihat mata kamu bengkak, kamu habis menangis ya semalaman?” ia bertanya menyelidik
“Aku putus dengan Kak Fatih” jawab ku singkat
Dia menatapku terbelalak. “Bagaimana bisa?” tanyanya
“Karena aku hanya ingin di cintai oleh orang yang benar-benar hanya mencintaiku dan memikirkanku saja.“ jawabku penuh teka-teki
Wajah febi masih menunjukan rasa iba terhadapku. Ia menyayangkan putusnya aku dan Kak Fatih tanpa alasan yang jelas saat kami sendang mesra-mesranya. Aku belum bisa bercerita apa-apa ke Febi.
“Kita masih muda Feb, cinta, persahabatan, hidup masih akan terus berjalan. Cinta yang pergi pasti akan berganti dengan cinta yang baru yang mungkin lebih baik lagi. siapa yang tahu masa depan nanti akan berjalan seperti apa.”
Ya,  siapa yang tahu masa depan nanti seperti apa... aku hanya baru menyelesaikan salah satu masalahku untuk mencapai suatu kedewasaan. Biarlah Kak Fatih sendiri yang menyelesaikan masalahnya dengan Kak Dewi tanpa ada beban lagi terhadapku. Dan biarkan aku menata lagi langkahku tanpa ada beban lagi terhadap kak Fatih.